
MAKALAH KELOMPOK
PENGELOLAAN TANAH VERTISOL PADA LAHAN KERING DALAM MENGOPTIMALKAN PENGGUNAAN
LAHAN UNTUK TANAMAN
Diajukan Guna Memenuhi Salah Satu Tugas
Mata Kuliah
Menejemen Lahan Pertanian
Oleh :
Andika Septa S.B.H. (081510501139)
Ristika Wulandari (081510501058)
PROGRAM STUDI AGROTEKNOLOGI
FAKULTAS PERTAIAN
UNIVERSITAS JEMBER
BAB 1.
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Vertisol merupakan salah satu order tanah yang
memiliki beberapa kondisi sifat fisik yang tidak dikehendaki baik dari segi
pertanian maupun teknik. Salah satu kondisi sifat fisik tersebut adalah
kemampuannya untuk mengembang dan mengerut secara intensif yang menyebabkan
tanah tersebut tidak stabil. Pengembangan tanah menyebabkan tanah mudah
terdispersi dan pori-pori tanah tersumbat, sehingga permeabilitas tanahnya
menjadi rendah.
Pengerutan tanah membentuk retakan-retakan
lebar dan dalam, yang dapat menimbulkan masalah seperti retaknya dinding
bangunan-bangunan, sarana keperluan pertanian, ataupun jalan-jalan yang dibuat
di atasnya. Bagi tanaman, pengerutan tanah dapat menghambat pertumbuhan akar,
bahkan memutuskannya. Meskipun demikian, disamping sifat-sifat fisik tersebut
di atas, Vertisol juga memiliki beberapa sifat baik, antara lain kapasitas
kation, kejenuhan basa dan kapasitas menahan airnya yang tinggi serta dapat
menjadi tempat persemaian yang baik (Dudal, 1989).
Tanah vertisol tergolong jenis tanah lempung
berat karena sifat mengembang mengempisnya. Memiliki tekstur liat dengan
kandungan 30% pada horizon permukaan sampai kedalaman 50 cm dan didominasi
jenis lempung montmorillonit. Faktor dominan yang mempengarugi pembentukan
tanah ini adalah iklim utamanya iklim kering dan batuan tanah yang kaya
terhadap kation. Tanah jenis vertisol yang akan digunakan sebagai lahan
pertanian akan memberikan banyak masalah terutama kesuburan yang cenderung
rendah, maka solusinya adalah memperbanyak bahan organik seperti kompos dan
pupuk kandang, karena benda-benda ini akan bersifat sebagai buffer/penyangga
yang berfungsi mengurangi daya mengembang atau mengkerut tanah
Pengolahan tanah yang baik dapat dilakukan guna
mengurangi sifat buruk yang dimiliki tanah vertisol. Dengan pengelolaan tanah
yang baik diharapkan memperbaiki sifat fisik tanah vertisol, sehingga jenis
tanah ini dapa lebih bermanfaat, mengingat kondisi sifat kimia seperti KTK dan
kejenuhan basa yang tinggi, maka perlu di olah dengan baik agar potensi tanah
dapat dimaksimalkan, terutama dalam bidang pertanian. Pengelolaan tanah yang
baik tidak sekedar mengolah tanah yang sifatnya sementara, melainkaan
pengolahan tanah yang mengacu pada efek keberlanjutan tanah pada suatu lahan.
1.2 Tujuan
1. Mengetahui karakteristik sifat fisik, kimia, serta bilogi tanah
vertisol
2. Mengetahui pengelolaan yang baik pada tanah vertisol.
1.3 Rumusan Masalah
1. Bagaimanakah karakteristik tanah vetisol?
2. Bagaimana cara pengelolaan tanah yang baik pada tanah vertisol?
3. Apa yang perlu diupayakan agar tanah vertisol dapat dimaksimalkan
penggunaannya dalam bidang
pertanian?
TINJAUAN
PUSTAKA
Vertisol adalah tanah-tanah mineral
yang mempunyai warna abu kehitaman, bertekstur liat dengan kandungan 30% pada
horizon permukaan sampai kedalaman 50 cm dan didominasi jenis lempung
montmorillonit. Faktor dominan yang mempengarugi pembentukan tanah ini adalah
iklim utamanya iklim kering dan batuan tanah yang kaya terhadap kation. Oleh
karena itu tanah-tanah ini ditemukan kebanyakan di NTT (0.198 juta ha), Jawa
Timur (0.96 juta ha), NTB (0.125 juta ha), Sulawesi Selatan (0.22 juta ha) dan
Jawa Tengah (0.4 juta ha). Lempung ini sifatnya mudah membentuk rekahan lebar
dan dalam di musim kemarau dan mudah mengembang di musim hujan. Akibatnya,
kondisi tanah ini jika dijadikan sebuah fondasi jalan raya, selalu bergerak 2 x
setahun dengan arah yang berlawanan (kembang-kerut). Gaya ini menimbulkan badan
jalan jadi bergelombang, mudah retak, dan cepat rusak (Saragih, A.E, 2011).
Faktor
penting dalam pembentukan tanah vertisol adalah adanya musim kering dalam
setiap tahun, bahan induk vertisol umumnya bersifat alkalis seperti hasil
pelapukan batuan kapur. Proses pembentukan tanah vertisol menghasilkan suatu
bentuk mikrotopografi yang terdiri dari cekungan dan gundukan kecil yang
disebut gilgai. Proses yang dominan dalam pembentukan tanah vertisol meliputi
proses haplodisasi dengan cara argilik pedoturbasi, tang terutama dipengaruhi
oleh kandungan liat yang tinggi yang didominasi oleh mineral liat 2:1 yang
mudah mengembang dan mengkerut (Fitri, 2011).
Dalam perkembangan klasifikasi ordo
Vertisol, pH tanah dan pengaruhnya tidak cukup mendapat perhatian. Walaupun
hampir semua tanah dalam ordo ini mempunyai pH yang tinggi, pada daerah-daerah
tropis dan subtropis umumnya dijumpai Vertisol dengan pH yang rendah. Dalam
menilai potensi Vertisol untuk pertanian hendaknya diketahui bahwa hubungan pH
dengan Al terekstraksi berbeda disbanding dengan ordo lainnya. pH dapat tukar
nampaknya lebih tepat digunakan dalam menentukan nilai pH Vertisol masam
dibanding dengan kelompok masam dari ordo-ordo lainnya. Perbedaan tersebut akan
mempunyai implikasi dalam penggunaan tanah ini untuk pertumbuhan tanaman. Batas-batas
antara antara kelompok masam dan tidak masam berkisar pada pH 4,5 dan sekitar 5
dalam air. KTK tanah-tanah Vertisol umumnya sangat tinggi disbanding dengan
tanah-tanah mineral lainnya. Hal ini disebabkan oleh tingginya kandungan liat
yang terbungkus mineral Montmorillonit dengan muatan tetap yang tinggi.
Kandungan bahan organik sungguhpun tidak selalu harus tinggi mempunyai KTK yang
sangat tinggi. Katio-kation dapat tukar yang dominant adalah Ca dan Mg sdan
pengaruhnya satu sama lain sangat berkaitan dengan asal tanah (Lopulisa, 2004).
Tanah vertisol memiliki kapasitas
tukar kation dan kejenuhan basa yang tinggi. Reaksi tanah bervariasi dari asam
lemah hingga alkalin lemah, nilai pH antara 6,0 sampai 8,0. pH tinggi (8,0-9,0)
terjadi pada vertisol dengan ESP yang tinggi. Vertisol menggambarkan penyebaran
tanah-tanah dengan tekstur liat dan mempunyai warna gelap, pH yang relatif
tinggi serta kapasitas tukar kation dan kejenuhan basa yang juga relatif
tinggi. Vertisol tersebar luas pada daratan dengan iklim tropis dan subtropis.
Setelah N, unsure P merupakan pembatas hara terbesar pada vertisol. Kekurangan
unsure P jika kandungan P kurang dari 5 ppm. Ini berpengaruh pada pemupukan P
yang cukup kecil jika produksi tanaman pada musim berikutnya rendah. P menjadi
nyata jika tanaman yang tumbuh pada kondisi irigasi yang baik, jika produksinya
tinggi maka dianjurkan untuk mencoba menambah pemakaian pupuk N. Vertisol
adalah tanah yang memiliki KTK dan kejenuhan hara yang tinggi. Rekasi tanah
bervariasi dengan asam lemah hingga alkaline lemah, nilai pH antara 6,0 sampai
8,0, pH tinggi (8,0 – 9,0) terjadi pada Vertisol dengan ESP yang tinggi dan
Vertisol masam (pH 5,0 – 6,2) (Munir, 1996).
Koloid tanah yang memiliki muatan
negetif besar akan dapat menyerap sejumlah besar kation. Jumlah kation yang
dapat diserap koloid dalam bentuk dapat tukar pH tertentu disebut kapasitas
tukar kation. KTK merupakan jumlah muatan negatif persatuan berat koloid yang
dinetralisasi oleh kation yang muda diganti. Kadar fosfor Vertisol ditentukan
oleh banyak atau sedikitnya cadangan mineral yang megandung fosfor dan tingkat
pelapukannya. Permasalahan fosfor ini meliputi beberapa hal yaitu peredaran
fosfor di dalam tanah, bentuk-bentuk
fosfor tanah, dan ketersediaan fosfor (Pairunan, et
al., 1997).
Tanah-tanah dengan kandungan bahan
organik atau dengan kadar liat tinggi mempunyai KTK lebih tinggi dari pada
tanah-tanah dengan kandungan bahan organik rendah atau tanah-tanah berpasir.
Jenis-jenis mineral liat juga menentukan besarnya KTK tanah (Hakim, et al.,1986).
Pada tanah Vertisol P tersedia
adalah sangat tinggi pada vertisol yang berkembang dari batuan basik tetapi
rendah pada tanah yang berkembang dari bahan vulkanis. Pada segi lain vertisol
yang berkembang dari bahan induk marl atau napal, kandungan P total tersedia
adalah rendah (Soepardi, 1979).
Kejenuhan basa yang tinggi, KTK yang
tinggi, tekstur yang relative halus, permeabilitas yang rendah dan pH yang
relatif tinggi dan status hara yang tidak seimbang merupakan karakteristik
vertisol (Hardjowigeno, 1985).
BAB
3. PEMBAHASAN
Karakteristik
Fisik Tanah Vertisol
Vertisol
merupakan jenis tanah yang berwarna abu-abu gelap hingga kehitaman, bertekstur
liat, mempunyai rekahan yang secara periodik dapat membuka dan menutup, tekstur yang
relative halus. Komposisi mineral liat Vertisol selalu
didominasi oleh mineral liat tipe 2 : 1, terutama montmorilonit (Ristori et
al., 1992). Van Vambekke (1992) menyatakan bahwa pembentukan tanah vertisol
terjadi melalui dua proses, yaitu terakumulasinya mineral liat 2 : 1 dan proses
mengembang dan mengkerut yang terjadi secara periodik, sehingga membentuk slinckenside
atau relief mikro (kisi mikro). Ketika basah tanah menjadi sangat lekat dan
plastis, tetapi kedap air. Namun, saat kering tanah menjadi sangat keras dan
masif, atau membentuk pola prisma yang terpisahkan oleh rekahan. Menurut Mukanda dan Mapiki (2001) bahwa
masalah sifat fisik tanah berupa tektur liat yang berat, sifat mengembang dan mengkerut,
kecepatan infiltrasi yang rendah dan drainase air yang lambat. Hal ini sejalan
dengan pernyataan Hardjowigeno (1993) yang menyatakan bahwa adanya kandungan
mineral liat mudah mengembang dan mengkerut yang tinggi menjadi masalah utama
pengelolaan tanah ini.
Karakeristik
Sifat Kimia Tanah Vertisol
Tanah Vertisol memiliki kapasitas
tukar kation dan kejenuhan basa yang tinggi. Reaksi tanah bervariasi dari asam
lemah hingga alkaline lemah; nilai pH antara 6,0 sampai 8,0. pH tinggi
(8,0-9,0), pH yang relatif tinggi serta kapasitas tukar kation dan kejenuhan
basa yang juga relatif tinggi (Munir, 1996). KTK tanah-tanah Vertisol umumnya
sangat tinggi dibanding dengan tanah-tanah mineral lainnya. Hal ini disebabkan
oleh tingginya kandungan liat yang terbungkus mineral Montmorillonit dengan
muatan tetap yang tinggi. Kandungan bahan organik sungguhpun tidak selalu harus
tinggi mempunyai KTK yang sangat tinggi. Katio-kation dapat tukar yang dominant
adalah Ca dan Mg dan pengaruhnya satu sama lain sangat berkaitan dengan asal
tanah. Kejenuhan basa yang tinggi, KTK yang tinggi, dan pH yang relative
tinggi.
Koloid tanah yang memiliki muatan
negetif besar tanah vertisol akan dapat menjerap sejumlah besar kation.
Tanah-tanah dengan kandungan bahan organik atau dengan kadar liat tinggi
mempunyai KTK lebih tinggi dari pada tanah-tanah dengan kandungan bahan
organik rendah atau tanah-tanah berpasir. Jenis-jenis mineral liat juga
menentuka besarnya KTK tanah (Hakim,dkk,1986), oleh sebab itu tanah vertisol
memiliki KTK yang tinggi karena mineral lempung yang tinggi dan memiliki muatan
negatif, sehingga dalam menjerap kation sangat besar.
Pada umumnya Vertisol defisiensi
P. Kadar fosfor Vertisol ditentukn oleh banyak atau sedikitnya cadangan mineral
yang megandung fosfor dan tingkat pelapukannya. Permasalahan fosfor ini
meliputi beberapa hal yaitu peredaran fosfor di dalam tanah, bentuk-bentuk
fosfor tanah, dan ketersediaan fosfor. Pada tanah Vertisol P tersedia adalah
sangat tinggi pada Vertisol yang berkembang dari batuan basik tetapi rendah
pada tanah yang berkembang dari bahan vulkanis. Pada segi lain vertisol
yang berkembang dari bahan induk marl atau napal, kandungan P total tersedia
adalah rendah (Soepardi, 1979).
Pengelolaan Tanah (Upaya Perbaikan
Sifat Fisik Tanah Vertisol)
Dengan melihat
kondisi tanah secara sifat kimiaanya sangat mendukung, namun sifat fisik tanah
vertisol perlu adanya perubahan, dimana aerasi tanah vertisol sangat buruk. Hal
tersebut tercermin dengan tanahnnya yang sangat liat. Buruknya sifat-sifat fisik tanah antara lain dapat disebabkan: secara
genetik, akibat aktivitas manusia, dan akibat erosi. Struktur tanah berkaitan
erat dengan tekstur tanah dimana bila tekstur tanah pasir maka struktur
tanah lepas dan sebaliknya pada tekstur tanah
liat seperti tanah vertisol maka struktur tanah menjadi masif. Kedua macam
struktur tanah tersebut kurang kondusif untuk
pertumbuhan tanaman. Aktivitas manusia juga dapatmenyebabkan struktur tanah
menjadi rusak, misalnya penggunaan alat-alat mekanik dilahan
pertanian mengakibatkan tanah menjadi padat sehingga aerasi buruk dan ketahanan
penetrasi meningkat.
Dengan demikian maka upaya untuk
meningkatan produktivitas tanahdapat dilakukan dengan cara memperbaiki
sifat-sifat fisik tanah tersebut menjadi kondusif untuk pertumbuhan tanaman.
Upaya tersebut antara lain dapat dilakukandengan cara: (1) penggunaan mulsa
sisa tanaman, (2) penggunaan bahan organik, dan (3) olah tanah konservasi.
Perbaikan Sifat Fisik Tanah
1. Mulsa
Berbagai penelitian menunjukkan
bahwa penggunaan mulsa dari sisa tanaman, cover
crop, dan tanaman pagar pada alley
cropping dapat memperbaiki sifat fisik tanah seperti berat isi, pori
aerasi, dan stabilitas agregat.
2. Penggunaan bahan organik
Penggunaan
bahan organik biasanya dilakukan berurutan dengan teknik mulsa karena
bahan organik yang digunakan untuk mulsa pada musim sebelumnya, digunakan
sebagai pupuk organik yang dibenamkan ke dalam tanah saat pengolahan. Bahan organic baik yang berasal dari sisa tanaman
(pupuk hijau) maupun dari kotoran hewan (pupuk kandang) efektif dalam
memperbaiki sifat fisik tanah. Penggunaan bahan organik dapat merubah struktur
tanah liat yang memiliki pori mikro menjadi pori meso, sehingga daya infiltrasi
dan drainase tanah semakin membaik. Penggunaan
pupuk hijau dari system alley cropping, cover crop, dan sisa tanaman yang dikombinasikan dengan pupuk kimia dapat
memperbaiki sifat-sifat fisik tanah, yaitu menurunkan bobot isi, meningkatkan
total ruang pori, dan meningkatkan pori air tersedia.
3. Olah tanah konservasi
Olah tanah konservasi adalah
pengolahan tanah seperlunya dengan tujuan menciptakan kondisi tanah kondusif
untuk pertumbuhan akar tapi di lain pihak mengurangi kerusakan struktur
tanah akibat pengolahan. Termasuk dalam kelompok ini adalah olah tanah
minimum (minimum tillage) dan tanpa olah tanah (zero tillage). Olah tanah
konservasi dapat memperbaiki sifat-sifat fisik tanah menjadi lebih menguntungkan
pertumbuhan tanaman. Sistem tanpa olah tanah dapat meningkatkan kadar air tanah
dibandingkan dengan olah tanah konvensional (Dao, 1993). Peningkatan ketersediaan
air tanah pada sistem tanpa olah tanah berkaitan erat dengan peranan mulsa
dalam mengurangi evaporasi dan perbaikan distribusi ukuranpori, yaitu
menurunkan bobot isi, meningkatkan total ruang pori, dan meningkatkan poriair
tersedia.
Perbaikan
Sifat Kimia Tanah
1. Pengelolaan bahan organik
Bahan organik tanah merupakan faktor
yang sangat penting dalam meningkatkan produktivitas tanah karena peranannya
yang besar dalam meningkatkan dan mempertahankan kesuburan tanah. Bahan organik
dapat memperbaiki sifat fisik tanah (kemantapan agregat, retensi air, pori
aerasi, dan lain-lain); sifat kimia tanah (C-organik, kapasitas tukar kation,
dan suplai hara); dan biologi tanah (sumber energi dan penyusun tubuh
mikroorganisme tanah). Telah dikemukakan sebelumnya bahwa tanah-tanah di lahan kering
di Indonesia umumnya mempunyai kadar bahan organik rendah sehingga tingkat
kesuburan tanahnya juga rendah. Hasil-hasil penelitian menunjukkan bahwa
pengelolaan bahan organik dapat memperbaiki dan meningkatkan produktivitas
tanah. Penggunaan Flemingiacongesta (tanaman tahunan) dalam pola alley
cropping dan penggunaan mulsa sisa tanaman Mucuna (semusim) sepadan
dengan pupuk kandang yang mampu memperbaiki sifat-sifat kimia tanah (C-organik
N P danK tanah) pada tanah Podsolik Merah Kuning. Selain itu bahan
organik juga dapat meningkatkan efisiensi pemupukan P mengurangi kebutuhan
kapur serta dapat mensuplai hara sehingga akhirnya dapat meningkatkan berbagai
hasil tanaman pangan.
2. Pemupukan
Karena ketersediaan hara tanah
rendah maka pemberian pupuk untuk meningkatkan produktivitas lahan kering
mutlak diperlukan. Sebagian besar unsur P dan K tidak tersedia pada jenis tanah
vertisol, karena ukuran kisi mineral lempung sesuai dengan bentuk dan ukkuran
unsur P dan K, sehingga saat mengembang P dan K akan terikat oleh ruang kisi
pada mineral lempung 2:1 ini. Selain itu efisiensi pemupukan perlu mendapat
perhatian terutama untuk pupuk N, P, dan K. Pemberian pupuk ditujukan untuk meningkatkan
ketersediaan hara tanah terutama hara-harayang kadarnya masih rendah, seperti
hara N, P, K, dan Ca. aplikasi bahan organik dan pemupukan dapat
memperbaiki sifat-sifat tanah dan meningkatkan hasiltanaman.
3. Penambahan polimer hidroksi
Aluminium (PHA) ke dalam tanah
Salah satu alternatif untuk
memanipulasi sifat-sifat Vertisol yang tidak dikehendaki yaitu dengan
penambahan polimer hidroksi Aluminium (PHA) ke dalamtanah. Menurut Bamhisel dan
Bertsch (1989), ion Aluminium akan diikat lebih kuat oleh liat yang dapat
mengembang dari pada ion lainnya dan jumlahnya di dalam tanah relatif lebih
banyak serta PHA mempunyai struktur berupa lempengan sehingga dapat menjadi
agen penyemen yang sangat baik. Dengan menggunakan mineral liat montmorillonit,
diketahui bahwa PHA mampummengurangi dan bahkan menghilangkan daya mengembang
dan mengerut mineral liat tersebut. Larutan PHA
dibuat dengan menambahkan 200 ml 0.1 M AlCl3.6H2O ke
dalam 500 ml 0.1 M NAOH. Penambahan dilakukan secara perlahan-lahan dengan
kecepatan 100 ml 0.1 M AlCl3/jam dan terus dikocok dengan stirer.
Kemudian larutan tersebut dipanaskan pada suhu 60o C selama 1-2 jam
atau sampai jernih. Contoh tanah kering udara ditumbuk dan diayak dengan
saringan 5 mm. Kemudian dimasukkan ke dalam pot dengan berat setara 9 kg berat
kering oven (105o C).
Berdasarkan penelitian Purwakusuma,
dkk (1997) menunjukkan bahwa :
Stabilitas Agregat
Perlakuan PHA secara statistik tidak
nyata meningkatkan indeks stabilitas agregat dibandingkan dengan kontrol. Namun
demikian terdapat kecenderungan meningkatnya indeks stabilitas agregat dengan
semakin meningkatnya dosis PHA yang diberikan. Peningkatan indeks stabilitas
agregat ini menunjukkan semakin stabilnya suatu agregat tanah. Hal ini
berkaitan dengan kemampuan PHA sebagai agen penyemen yang mendorong proses
agregasi (Frenkel dan Shainberg, 1982). PHA yang bermuatan positif berperan
sebagai jembatan yang menghubungkan antar partikel liat yang bermuatan negatif
melalui pengikatan secara kimia. Dalam hal ini, muatan negatif partikel liat
dengan muatan negatif partikel liat lainnya dihubungkan oleh PHA melalui ikatan
liat - PHA - liat. Pengikatan ini membentuk agregat-agregat kecil yag disebut
flokul. Flokul tersebut akan stabil
selama agen penyemen masih ada.
Bobot Isi
Pemberian PHA pada tanah nyata menurunkan
bobot isi pada taraf 5 % .Penurunan bobot isi tanah ini masih berkaitan dengan
kemampuan PHA sebagai agen penyemen yang mendorong terbentuknya agregasi tanah,
sehingga partikel-partikel tanah menjadi berdekatan/berikatan membentuk
agregat-agregat tanah yang lebih stabil. Dengan terbentuknya agregat tanah yang
lebih stabil, maka ruang-ruang pori tanah yang lebih baik akan tercipta dan
bobot isi tanahnya persatuan volume akan menurun.
Permeabilitas Tanah
Perlakuan PHA sangat nyata meningkatkan
permeabilitas tanah. Peningkatan nilai permeabilitas tanah ini juga berkaitan
dengan peranan PHA sebagai agen penyemen yang akan mendorong terjadinya proses
agregasi. Proses ini akan menciptakan kondisi tanah yang lebih sarang sehingga
kemampuan tanah untuk melewatkan air dalam keadaan jenuh semakin meningkat.
Selain itu dengan adanya PHA maka kemampuan tanah untuk mengembang menjadi
terbatas sehingga pori-pori tanah dapat tetap terpelihara dan kemampuan tanah
untuk melewatkan air dalam keadaan jenuh akan semakin baik.
KESIMPULAN
Berdasarkan data-data
yang telah didapatkan tentang karakteristik tanah vertisol, maka dapat
disimpulkan bahwa :
1. Tanah
vertisol merupakan tanah yang memiliki karakteristik sifat kimia yang baik,
namun sifat fisiknya kurang mendukung dalam mengoptimalkan pertumbuahan tanaman.
2. Tanah
vertisol memiliki kejenuhan basa dan KTK tinggi.
3. Tanah
vertisol tergolong mineral lempung berat monmorilonit, dengan sifat mengembang
mengkerutnya yang tinggi.
4. Pengelolan
tanah vertisol dapat dilakukan secara fisik maupun kimia untuk memperbaiki
sifat yang kurang mendukkung.
DAFTAR
PUSTAKA
Dudal,
R. 1989. Vertisols of subhumid and humid zones. In Management of
Vertisols for Improved Agricultural Production. Proceeding of an IBSRAM
Inangular Workshop, ICRISTAT Center, India. International Crops Research Institute
for The Semi-Arid Tropics. pp.55-60.
Fitri. 2011. Morfologi dan Klasifikasi Tanah. Http://fitri’s.wordpress.com. Diposkan pada Januari 24, 2011
Hakim,N;M.Y.Nyakpa;A.M.Lubis;S.G.Nugraha;M.R. Saul;M.A.
Diha;Go Ban Hong dan H.H. Beiley. 1986. Dasar-Dasar Ilmu Tanah.
Universitas Lampung, Lampung.
Hardjowigeno, S. 2003. Ilmu Tanah. Akademika Presindo. Jakarta.
Lopulisa, C., 2004. Tanah-Tanah Utama Dunia. Ciri, Genesa Dan Klasifikasinya. Lembaga Penerbitan Universitas Hasanuddin. Makassar
Mukanda, N and A. Mapiki. 2001. Vertisols management in Zambia. In Syers,
J. K., F. W. T Penning De Vries, and P. Nyamudeza (Eds): The Sustainable
Management of Vertisols. IBSRAM Proceedings No. 20. pp. 129-127.
Munir, 1996. Tanah-Tanah Utama Di Indonesia. Pustaka Jaya. Jakarta.
Pairunan, J. L. Nanere, S. S. R. Samosir, R. Tangkaisari, J.R. Lalopua, B. Ibrahim, dan H. Asmadi. 1997. Dasar-Dasar Ilmu Tanah. Cetakan IV. Badan Kerjasama antar Perguruan Tinggi se Indonesia Timur.
Ristori, G. G., E. Sparvalie, M. de Nobili, and L. P
D’Aqui. 1992. Characterization of organic matter in particle size fraction of
Vertisols. Geoderma 54: 295-305.
Saragih, A.E, 2011. Tanah Vertisol. Http://www.arioneudiasaragih.blogspot.com. Diposkan pada jumat 25 Maret 2011 pukul 20.47.
Soepardi.1979. Sifat dan Ciri Tanah I. IPB.Bogor
Van Vambekke, A. 1992. Soil of the Tropics Properties and
Appraisal. MacGraw-Hill. Inc, New York.
No comments:
Post a Comment