BAB 1. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Hampir
setiap aktivitas manusia melibatkan penggunaan lahan dan karena jumlah dan
aktivitas manusia bertambah dengan cepat maka lahan menjadi sumber yang langka.
Pengelolaan penggunaan lahan mungkin dapat memberikan keuntungan, tetapi dapat
juga memberikan kerugian yang besar baik dari segi ekonomi maupun perubahan
lingkungan.
Dunia pertanian saat
ini mengalami masalah yang cukup berat
yaitu
permasalahan yang hampir di
hadapi di seluruh dunia terutama. Masalah tersebut adalah semakin meningkatnya
jumlah penduduk yang menyebabkan semakin banyaknya kebutuhan pangan yang di butuhkan manusia
untuk bertahan hidup Namun, disisi
lain lahan yang akan digunakan sebagai lahan untuk menanam pangan semakin
sempit karena banyak yang digunakan sebagai lahan non pertanian seperti perumahan, perkantoran, dan
lain-lain.
Dengan
adanya permasalahan
tersebut maka perlu adanya usaha untuk
dapat memanfaatkan dan mengolah lahan-lahan yang belum terpakai seperti lahan
marjinal. Salah
satu lahan marjinal adalah lahan
kering. Lahan kering adalah lahan
yang kandungan airnya
relatif sedikit atau kurang untuk dilakukan usaha budidaya. Kekurangan air akan mengganggu aktifitas fisiologis
maupun morfologis pada tanaman sehingga mengakibatkan terganggunya pertumbuhan.
Lahan
merupakan sumberdaya yang sangat penting dalam pemenuhan segala bentuk
kebutuhan hidup yang diperlukan oleh manusia sehingga dalam pengelolaannya
perlu pemikiran dan pertimbangan yang benar. Hal ini diperlukan agar nantinya
tidak mempengaruhi produktivitas lahan tersebut. Penggunaan lahan yang tidak
benar dan tidak memperhatikan kelestarian lingkungan dapat membahayakan
kualitas lahan terutama pada lahan-lahan yang mempunyai keterbatasan baik
keterbatasan fisik maupun kimia.
Salah
satu usaha yang dapat dilakukan untuk dapat memanfaatkan lahan-lahan marjinal
yaitu dengan mengolah
lahan tersebut sehingga dapat
digunakan untuk menanam tanaman yang diinginkan. Selain itu, untuk meningkatkan produksi tanaman dapat
menggunakan varietas tanaman yang tahan cekaman seperti tahan kekeringan. Maka
dari itu perlu adanya usaha pengujian dan seleksi tanaman yang tahan terhadap
cekaman sehingga dapat meningkatkan produksi tanaman. Pengujian dan seleksi
benih yang tahan cekaman juga perlu keterampilan dan pengalaman dalam
pengerjaannya sehingga hasilnya dapat memuaskan.
1.2 Tujuan
Pelaksanaan
praktikum dengan judul “Seleksi benih Tahan Kering Melalui Uji Cekaman” ini
bertujuan melatih mahasiswa agar dapat melakukan uji ketahanan benih terhadap
kekeringan dengan mengatur konsentrasi PEG pada air yang disiramkan.
BAB
2. TINJAUAN PUSTAKA
Tumbuhan
memerlukan kondisi biotik dan abiotik yang seimbang untuk dapat melakukan
proses pertumbuhan dan perkembangan sehingga tanaman tersebut dapat berproduksi
dengan baik. Namun, apabila terjadi ketidakseimbangan antara factor biotikdan
abiotik maka tanaman akan mengalami cekaman. Menurut Salisbury dan Ross (1992)
cekaman adalah segala perubahan kondisi lingkungan yang mengakibatkan tanggapan
tumbuhan menjadi lebih rendah daripada tanggapan optimum. Kemudian menurut
Salisbury dan Ross (1992) cekaman lingkungan berarti terdapat gaya penggerak
untuk memindahkan energi atau bahkan ke dalam atau ke luar organism yang
menyebabkan respon cekaman.
Cekaman
atau stress dapat dibagi dua yaitu cekaman biotik dan abiotik. Cekaman biotik
berasal dari organisme yang terdapat di lingkungan tertentu seperti hama,
penyakit, dan gulma. Sedangkan cekaman abiotik berasal dari kondisi lingkungan
yang sifatnya buruk dan merugikan bagi kelangsungan hidup tanaman. Beberapa
macam cekaman abiotik antara lain iklim, suhu, udara, salinitas/alkalinitas,
keracunan Al dan Fe, kekeringan dan genangan air.
Kekeringan
merupakan salah faktor abiotik yang merugikan bagi pertumbuhan dan perkembangan
tanaman. Kekeringan disebabkan oleh cekaman air pada tanaman. Air dapat
membatasi pertumbuhan dan produktivitas tumbuhan hamper di segala tempat, baik
karena periode kering tak terduga maupun curah hujan normal yang rendah
sehingga diperlukan pengairan yang teratur. Pertumbuhan sel tampaknya merupakan
respon paling peka terhadap cekaman air. Penurunan potensial air menyebabkan
penurunan secara nyata pertumbuhan sel dan demikian juga pertumbuhan akar dan
pucuk. Penghambatan pmbesara sel biasanya diikuti dengan nyata oleh penurunan
sintesis dinding sel. Sintesis protein mungkin hamper sama pekanya terhadap cekaman
air. Respon ini teramati hanya pada jaringan yang biasanya tumbuh cepat. Efk
cekaman air terhadap sinesis protein tampaknya dikendalikan pada tingkat
translasi, yaitu pada tingkat aktivitas ribosom. Banyak kajian menunjukan bahwa
aktivitas enzim tertentu, khususnya nitrat reduktase menurun cukup tajam
sewaktu cekaman air meningkat. Pada tingkat cekaman yang memberikan efek
terhadap enzim asam absisat (ABA) mulai meningkat dengan tajam dalam jaringan
daun dan dalam jaringan lain dengan kadar yang lebih rendah. Hal ini
mengakibatkan ABA menghambat pertumbuhan pucuk, lebih menghemat air lagi, dan
pertumbuhan akar terlihat meningkat yang juga akan meningkatkan pasokan air.
ABA menurunkan pertumbuhan dan metabolisme sehingga menghemat sumber daya yang
akan tersedia selama pertumbuhan jika cekaman hilang (Salisbury dan Ross,
1992).
Untuk
dapat memperoleh benih yang berkualitas, perlu diketahui faktor-faktor yang
mempengaruhi mutu hasil benih antara lain faktor genetis dan factor
agroekologi. Factor genetis antara lain kekerasan benih, warna benih, ukuran
benih, posisi kotiledon, konduktivitas listrik dan bocoran benih, komposisi
kimia, perkecambahan benih pada suhu rendah, cacat yang terlihat, dan kerusakan
benih. Faktor agroekologi antara lain sumber benih kesuburan dan kelembapan
tanah, deraan lingkungan cuaca, metode panen, penyakit dan waktu benih
(Mugnisjah dan Setiawan, 1990).
Selain
itu, pengujian benih juga sangat penting. Terujinya benih berarti terhindarnya
para petani dari berbagai kerugian yang dapat timbul dalam pelaksanaan usaha
tani. Tujuan pengujian benih ialah untuk mengkaji dan menetapkan nilai setiap
contoh benih, yang perlu diuji selaras dengan faktor kualitas benih (Rineka
Cipta, 1992).
Pengujian
dan seleksi benih berujuan untuk memperoleh benih bermutu. Benih bermutu
mempunyai pengertian bahwa benih tersebut varietasnya benar dan murni,
mempunyai mutu genetis,mutu fisiologis, dan mutu fisik yang tertinggi sesuai
dengan mutu standar pada kelasnya (Kuswanto, 1997).
Salah
varietas benih bermutu yang telah banyak beredar yaitu benih jagung. Jagung yang ditanam dilahan kering dapat berupa varietas
unggul bersari bebas yang dapat dipilih anatara lain Arjuna, Bisma, Lagalilo,
Kalingga, Wiyasa, Rama, dan wisanggeni. Sedangkan unuk varietas hibrida
disarankan mengggunakan varietass semar-2, semar-3, CP-1, CP-2, Bisi -1,
Bisi-2, pioneer-4, dan pioneer-5 (Adisarwanto, 1999).
Pada pengujian benih tahan kekeringan, agen reaksi yang
biasanya digunakan untuk mendapatkan tanaman yang tahan kekeringan adalah
Polyethylene Glycol (PEG). Polyethylene Glycol (PEG) adalah salah satu senyawa yang digunakan dalam
priming di mana PEG mempunyai sifat dalam mengontrol imbibisi dan
hidrasi benih (Hardegree dan Emmerich dalam Buletin AgroBio, 2000). PEG juga
digunakan dalam pengujian ketahanan benih terhadap kekeringan dengan
memperhitungkan indek kekeringan (Bouslama dan Schapaugh dalam Buletin AgroBio
, 2000). PEG merupakan senyawa iner dengan rantai polimer panjang telah
digunakan secara meluas untuk penelitian (Steuter dalam Buletin AgroBio, 2000).
BAB 3. METODOLOGI
3.1 Waktu dan
Tempat
Kegiatan praktikum Pembiakan Tanaman 2
dengan judul “Seleksi Benih Tahan Kering Melalui Uji Cekaman” dilaksanakan pada
hari Rabu tanggal 28 Oktober 2009 di
laboratorium teknologi benih jurusan Budidaya Pertanian Fakultas Pertanian
Universitas Jember.
3.2 Bahan dan Alat
3.2.1 Bahan
1.
Benih jagung 2 varietas lokal
dan 1 varietas hibrida
2.
Air
3.
PEG 6000
4. Substrat kertas merang
3.2.2 Alat
1.
Pinset
2. Alat pengecambah
3.3 Cara Kerja
3.3.1 Prosedur Kerja
1.
Membuat larutan PEG 6000
dengan konsentrasi 0 g/L, 50 g/L, 100g/L.
2.
Merendam substrat kertas
merang pada larutan dengan konsentrasi yang telah dibuat hingga semua bagian
kertas basah merata.
3.
Menanam benih jagung lokal
dan hibrida pada substrat tersebut dengan metode UKDdp sebanyak 25 butir
perulangan, dan mengulang sebanyak 3 kali.
3.3.2 Pengamatan
1.
Mengamati kecambah normal
dan mati pada hari ke-3 dan ke-5.
2.
Menghitung kekuatan tumbuh
benih berdasarkan presentase kecambah normal pada hari ke-3 dan ke-5.
3.
Mengamati pula bobot basah
dan kering dari tajuk dan akar pada haro ke-5. Memperoleh bobot tajuk dan akar
dengan cara meng-oven kecambah pada suhu 70 C selama 2 hari, kemudian menimbang
bobot kering masing – masing bagian tanaman.
4.
Menganalisis hasil percobaan
menggunakan rancangan acak lengkap (RAL) dengan membedakan 9 macam perlakuan
(tiga macam varietas dengan tiga macam konsentrasi PEG 6000) dalam tiga ulangan.
5.
Membandingkan masing-masing
kombinasi perlakuan dan memberikan kesimpulan.
BAB
4. HASIL KEGIATAN DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil Kegiatan

4.2 Pembahasan
Cekaman atau stress adalah suatu kondisi dimana terdapat
perbedaan potensi antara di lingkungan dan di dalam organisme sehingga
menyebabkan terdapat gaya penggerak untuk memindahkan energi ke dalam atau
keluar organisme yang menyebabkan respon cekaman. Cekaman atau Stress dapat juga
diartikan sebagai gangguan, hambatan atau percepatan proses metabolisme normal
sehingga dipandang tidak menyenangkan atau suatu keadaan negatif.
Setiap tanaman memiliki cara tersendiri untuk
menghadapi cekaman atau stress yang dihadapinya. Respon tanaman terhadap
cekaman tersebut dilakukan agar tanaman tersebut dapat bertahan hidup. Respon
atau bentuk ketahanan terhadap cekaman dapat dilihat secara mofologi,
fisiologi, dan genetik. Sebagai contoh secara fisiologi, tanaman yang
menghadapi cekaman kekeringan akan menggugurkan/merontokkan daunnya. Hal ini
dilakukan untuk mengurangi penguapan. Sedangkan pada cekaman kelebihan air
dapat menyebabkan kondisi oksigen berkurang dan karbon dioksida lebih tinggi
menyebabkan respirasi tanaman terganggu. Air berlebih juga bisa menjadi media
timbulnya banyak penyakit pengganggu pada tanaman. Secara fisiologi, kekurangan
air berakibat pada tekanan dehidrasi langsung di dalam sel-sel yang mengarah
pada tekanan-tekanan tidak langsung (seperti: hambatan metabolisme, perubahan dalam aktivasi enzim, dsb). Mekanisme
adaptasi tanaman untuk mengatasi cekaman kekeringan adalah dengan pengaturan
osmotik sel. Pada mekanisme ini terjadi sintesis dan akumulasi senyawa organik
yang dapat menurunkan potensial osmotik sehingga menurunkan potensial air dalam
sel tanpa membatasi fungsi enzim serta menjaga turgor sel. Secara genetik, stres kekeringan dapat memacu kerja
gen-gen tertentu. Gen-gen tersebut akan memunculkan karakter adaptasi seperti karakter
konstitutif yang dikendalikan oleh gen-gen yang terekspresi selama pertumbuhan
dan perkembangan tanaman (gen-gen produktivitas) dan karakter adaptasi yang
dikendalikan oleh gen-gen yang terekspresi sebagai respons terhadap cekaman. Beberapa
contoh gen yang muncul dari tanaman pada saat cekaman antara lain gen pyruvte
orthophosphate dikinase (gen yang tahan terhadap kekurangan oksigen), gen
Sub1A, gen Sub1B, gen Sub1C (gen yang tahan terhadap genangan air/kelebihan
air), dan pada suhu yang tinggi tanaman memproduksi gen yang dapat membuat protein
kejut panas.
Beberapa senyawa yang berperan dalam penyesuaian
osmotikal sel pada saat kekeringan antara lain gula osmotik ( Wang et al
dalam Nurita dkk, 2001),
prolin dan betain (Maestri et al. dalam Nurita dkk, 2001), protein
dehidrin (Close dalam Nurita dkk, 2001) dan asam absisik (ABA) yang berperan dalam
memacu akumulasi senyawa tersebut (Dingkhun et al.dalam Nurita dkk, 2001).

Pada praktikum ini dilakukan pengujian benih tahan kering
terhadap benih jagung yang berbeda jenis. Benih jagung yang dipakai pada
praktikum ini antara lain Bisma (lokal), Bisi-2 (Hibrida), NK-33 (Hibrida). Pengujian
benih jagung tahan kering ini menggunakan kertas merang sebagai media
perkecambahan dan larutan PEG (Polyethylene glycol). Penggunaan PEG didasarkan
pada kemampuannya mengontrol imbibisi dan hidrasi benih. Selain itu, PEG dapat
menggambarkan kondisi kekeringan di lapang. Pada praktikum ini, masing-masing
benih jagung diberi perlakuan dengan 4 konsentrasi PEG yang berbeda antara lain
0 g/l, 25 g/l, 50 g/l dan 75 g/l dimana masing-masing perlakuan dibuat sebanyak
3 ulangan. Pengamatan dilakukan sebanyak dua kali yaitu pada hari ke- 3 dan
hari ke-5. Pengamatan hari ke-3 dilakukan untuk memperoleh persentase kecepatan
perkecambahan dari masing-masing benih jagung yang diperlakuan sedangkan pada
hari ke-5 untuk memperoleh persentase daya berkecambah dari benih yang
diperlakukan tersebut. Pada hari ke-5 dilakukan pengukuran tinggi tajuk dan
panjang akar kemudian seluruh tajuk dipotong dari benih untuk diukur berat basahnya.
Setelah dilakukan pengukuran berat basah maka selanjutnya tajuk dimasukkan ke
oven selama 24 jam untuk nantinya diukur berat keringnya. Dari hasil pengamatan
yang dilakukan maka diperolehlah data-data. Data-data tersebut antara lain
kecepatan berkecambah, daya berkecambah, berat basah dan berat kering tajuk,
tinggi tajuk dan panjang akar.

Ket: 1 = Konsentrasi
PEG 0 g/l
2 = Konsentrasi PEG 25 g/l
3 = Konsentrasi PEG 50 g/l
4 = Konsentrasi PEG 75 g/l
Dari grafik kecepatan berkecambah benih jagung di atas
dapat dilihat bahwa benih jagung yang memiliki persentase kecepatan berkecambah
tertinggi pada kondisi cekaman kekeringan tinggi (PEG 75 g/l) adalah Bisma,
sedangkan benih yang memiliki persentase kecepatan berkecambah terendah pada
kondisi tersebut adalah Bisi-2. Pada kondisi normal/tanpa perlakuan PEG, NK-33
menjadi benih yang memiliki persentase kecepatan berkecambah tertinggi
sedangkan Bisma dan Bisi-2 persentasenya sama.

Ket : 1
= Konsentrasi PEG 0 g/l
2 = Konsentrasi PEG 25 g/l
3 = Konsentrasi PEG 50 g/l
4 = Konsentrasi PEG 75 g/l
Dari grafik persentase daya berkecambah di atas dapat
dilihat bahwa Bisma juga memiliki persentase daya berkecambah yang lebih tinggi
daripada benih lainnya pada kondisi kekeringan tinggi (PEG 75 g/l) sedangkan
daya berkecambah terendah diperoleh NK-33. Pada kondisi normal/tanpa perlakuan
PEG, NK-33 tetap menjadi benih dengan persentase daya berkecambah tertinggi dan
terendah diperoleh oleh Bisma.

Dari grafik bobot basah tajuk di atas dapat dilihat bahwa
Bisma memiliki nilai bobot basah tertinggi pada kondisi PEG 75 g/l. Bisma
disini memiliki daya simpan air yang lebih tinggi sehingga pada kondisi
kekeringan kandungan air masih tinggi untuk dapat memenuhi kebutuhan benih. Sedangkan
pada kondisi normal/tanpa perlakuan PEG, Benih NK-33 dan Bisi-2 memiliki nilai
bobot basah sama dan lebih tinggi daripada Bisma.

Dari grafik nilai bobot kering tajuk
di atas dapat dilihat bahwa pada Bisma juga memiliki nilai bobot kering yang
tinggi dari perlakuan PEG 75 g/l. Hal ini menunjukkan bahwa Bisma memiliki daya
tahan yang baik terhadap cekaman kekeringan dimana jaringannya dapat menyimpan
air cukup pada saat kondisi tercekam sedangkan pada kondisi normal NK-33
memiliki bobot kering terbaik.

Dari grafik tinggi tajuk di atas, dapat dilihat bahwa
Bisma memiliki tinggi tajuk tertinggi mulai dari konsentrasi PEG 0 g/l sampai
75 g/l. Hal ini juga sejalan dengan grafik kecepatan dan daya berkecambah dari
benih bisma yang telah disampaikan di atas. Dari grafik di atas dapat terlihat
bahwa terjadi hal unik dimana seluruh benih pada konsnetrasi PEG 25 g/l
memiliki nilai tinggi tajuk yang besar dibandingkan pada konsentrasi lain.

Dari grafik panjang akar tersebut di atas dapat dilihat
bahwa benih dengan panjang akar tertinggi pada kondisi PEG 75 g/l adalah Bisma.
Hal ini semakin membuktikan bahwa benih Bisma memiliki daya tahan yang baik
terhadap cekaman kekeringan. Sedangkan pada kondisi normal (PEG 0g/l) benih
NK-33 memiliki nilai tinggi tajuk yang besar.
Dari hasil pengamatan data-data tersebut di atas maka
dapat disimpulkan bahwa benih yang memiliki ketahanan yang baik terhadap
kekeringan adalah Bisma. Hal dapat dilihat pada seluruh parameter pengamatan
pada konsentrasi PEG 75 g/l dimana pada konsentrasi ini cekaman kekeringan
paling tinggi.
BAB
5. KESIMPULAN
5.1
Kesimpulan
Dari pelaksanaan
dan hasil pengamatan maka dapat diambil beberapa kesimpulan antara lain :
1. Cekaman atau stress
adalah suatu kondisi dimana terdapat perbedaan potensi antara di lingkungan dan
di dalam organisme sehingga menyebabkan terdapat gaya penggerak untuk
memindahkan energi ke dalam atau keluar organisme yang menyebabkan respon
cekaman.
2. Respon/bentuk
ketahanan tanaman terhadap cekaman dapat dilihat dari segi morfologi,
fisiologi, dan genetik.
3. Pada pengujian benih terhadap cekaman
kekeringan dapat menggunakan PEG (Poluethyene glycol).
4. Dari hasil yang
diperoleh maka benih yang tahan terhadap cekaman kekeringan adalah Bisma.
5.2
Saran
Diharapkan agar praktikum selanjutnya dapat berjalan
dengan lancar sehingga tujuan dari praktikum dapat tercapai.
No comments:
Post a Comment