Friday, October 19, 2012

TEKNOLOGI PENGOLAHAN LIMBAH PERTANIAN PENGOLAHAN SAMPAH ORGANIK MENJADI KOMPOS





TEKNOLOGI PENGOLAHAN LIMBAH PERTANIAN
PENGOLAHAN SAMPAH ORGANIK MENJADI KOMPOS





oleh:
ANDIKA SEPTA S.B.H.
081510501008






JURUSAN HAMA DAN PENYAKIT TUMBUHAN
PROGRAM STUDI AGROTEKNOLOGI
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVRSITAS JEMBER
2010

BAB 1. PENDAHULUAN
1.1  Latar Belakang
            Sampah dapat mengakibatkan dampak buruk bagi kondisi kesehatan manusia. Bila sampah dibuang secara sembarangan atau ditumpuk tanpa adanya pengelolaan yang baik, maka akan menimbulkan berbagai macam dampak kesehatan yang serius. Tumpukan sampah yang dibiarkan begitu saja akan merangsang timbulnya organism yang merugikan semisal, kecoa, lalat, lipas, kutu yang membawa kotoran dan penyakit. Ditengah kepadatan kegiatan manusia penanganan sampah masih menjadi hal yang serius. Maka perlu adanya pengelolaan sampah, salah satunya adalah dengan membuat pupuk organic.
            Smpah Organik merupakan barang yang sudah tidak terpakai dan dibuang oleh pemilik/pemakai sebelumnya, namun masih bisa dipakai kalau dikelola dengan prosedur yang benar. Limbah padat yang berasal dari buangan pasar dihasilkan dalam jumlah yang cukup besar. Limbah tersebut berupa limbah sayuran yang hanya ditumpuk di tempat pembuangan. Penumpukan yang terlalu lama dapat mengakibatkan pencemaran, yaitu tempat berkembangnya bibit penyakit dan timbulnya bau yang tidak sedap. Pembuangan limbah padat secara langsung di areal pemukiman penduduk dapat menimbulkan penumpukan sampah, sehingga akan menimbualakn keresahan.
            Berdasarkan hal tersebut di atas, perlu diterapkan suatu teknologi untuk mengatasi limbah padat, yaitu dengan menggunakan teknologi daur ulang limbah padat menjadi produk kompos yang bernilai guna tinggi. Pengomposan dianggap sebagai teknologi berkelanjutan karena bertujuan untuk konservasi lingkungan, keselamatan manusia, dan pemberi nilai ekonomi. Penggunaan kompos membantu konservasi lingkungan dengan mereduksi penggunaan pupuk kimia yang dapat menyebabkan degradasi lahan. Pengomposan secara tidak langsung juga membantu keselamatan manusia dengan mencegah pembuangan limbah organic. Selanjutnya pengelolaan sampah organic dapat dimanfaatkan sebagai pupuk bagi tanaman, disamping akan menimbulkan kebersihan maka dengan pembuatan pupuk semakin menambah nilai ekonomis limbah, karena dapat digunakan sebagai pupuk tanaman.
            Pupuk adalah material yang ditambahkan pada media tanam atau tanaman untuk mencukupi kebutuhan hara yang diperlukan tanaman sehingga mampu berproduksi dengan baik. Material pupuk dapat berupa bahan organik ataupun non-organik (mineral). Pupuk berbeda dari suplemen. Pupuk mengandung bahan baku yang diperlukan pertumbuhan dan perkembangan tanaman, sementara suplemen seperti hormon tumbuhan membantu kelancaran proses metabolisme. Meskipun demikian, ke dalam pupuk, khususnya pupuk buatan, dapat ditambahkan sejumlah material suplemen. Maka dari itu pengelolaan sampah organic sangat penting dilakukan. Disamping dapat melakukan upaya konservasi lahan sekaligus dapat menyeimbangkan kondisi lingkungan serta sebagai asupan nutrisi bagi tanaman.
                       
1.2  Tujuan
1.    Untuk mengetahui pengolahan sampah organik menjadi kompos.
2.    Untuk mengetahui bau, tekstur, suhu dan bercak putih pada sampah organik.


BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA

Kompos adalah hasil penguraian parsial/tidak lengkap dari campuran bahan-bahan organik yang dapat dipercepat secara artifisial oleh populasi berbagai macam mikroba dalam kondisi lingkungan yang hangat, lembab, dan aerobik atau anaerobik (Handayani, 2009). Sedangkan pengomposan adalah proses dimana bahan organik mengalami penguraian secara biologis, khususnya oleh mikroba-mikroba yang memanfaatkan bahan organik sebagai sumber energi. Membuat kompos adalah mengatur dan mengontrol proses alami tersebut agar kompos dapat terbentuk lebih cepat. Proses ini meliputi membuat campuran bahan yang seimbang, pemberian air yang cukup, mengaturan aerasi, dan penambahan aktivator pengomposan. (Handayani, 2009).
 Sampah terdiri dari dua bagian, yaitu bagian organik dan anorganik. Rata-rata persentase bahan organik sampah mencapai ±80%, sehingga pengomposan merupakan alternatif penanganan yang sesuai. Kompos sangat berpotensi untuk dikembangkan mengingat semakin tingginya jumlah sampah organik yang dibuang ke tempat pembuangan akhir dan menyebabkan terjadinya polusi bau dan lepasnya gas metana ke udara. Melihat besarnya sampah organik yang dihasilkan oleh masyarakat, terlihat potensi untuk mengolah sampah organik menjadi pupuk organik demi kelestarian lingkungan (Rohendi, 2005).
Kompos memperbaiki struktur tanah dengan meningkatkan kandungan bahan organik tanah dan akan meningkatkan kemampuan tanah untuk mempertahankan kandungan air tanah. Aktivitas mikroba tanah yang bermanfaat bagi tanaman akan meningkat dengan penambahan kompos. Aktivitas mikroba ini membantu tanaman untuk menyerap unsur hara dari tanah. Aktivitas mikroba tanah juga diketahui dapat membantu tanaman menghadapi serangan penyakit.Tanaman yang dipupuk dengan kompos juga cenderung lebih baik kualitasnya daripada tanaman yang dipupuk dengan pupuk kimia, misal: hasil panen lebih tahan disimpan, lebih berat, lebih segar, dan lebih enak (Guntoro dan Sarwono, 2003)
Pengolahan pupuk kompos dapat dilakukan dengan hanya menimbun samapah organik tersebut dalam tanah untuk ditunggu selama kurang lebih tiga bulan dankemudian menjadi kompos, atau dapat dilakukan dengan bantuan mikroorganisme khusus yang dapat mengubah sampah organik tersebut menjadi pupuk kompos dalam hitungan hari. Terdapat beberapa macam mikroorganisme yang dapat digunakan untuk membantu dan mempercepat pengomposan sampah organik agar menjadi pupuk kompos. Mikroorganisme tersebut antara lain Streptomyces sp., Acetybacter sp., Actynomycetes sp. Dalam pengabdian yang akan dilakukan ini, audiens akan diajarkan untuk menggunakan bahan aktivator untuk mempercepat pembuatan kompos antara lain produk Dectro (Gunam, 2007).
            Limbah sayuran pasar berpotensi sebagai bahan pakan ternak, akan tetapi
limbah tersebut sebagian besar mempunyai kecenderungan mudah mengalami pembusukan dan kerusakan, sehingga perlu dilakukan pengolahan untuk memperpanjang masa simpan serta untuk menekan efek anti nutrisi yang umumnya berupa alkaloid. Dengan teknologi pakan, limbah sayuran dapat diolah
menjadi tepung, silase, maupun asinan, yang dapat digunakan sebagai pakan ternak. Bahkan ada teknologi pakan yang lebih canggi lagi yaitu dalam bentuk wafer dan biscuit pakan. Manfaat dari teknologi pakan antara lain dapat meningkatkan kualitas nutrisi limbah sebagai pakan, serta dapat disimpan dalam kurun waktu yang cukup lama sebagai cadangan pakan ternak saat kondisi sulit mendapatkan pakan hijauan (Saenab, 2007).
Kompos adalah pupuk alami (organik) yang terbuat dari bahan - bahan hijauan dan bahan organik lain yang sengaja ditambahkan untuk mempercepat proses pembusukan, misalnya kotoran ternak atau bila dipandang perlu, bisa ditambahkan pupuk buatan pabrik, seperti urea. Sampah kota bisa juga digunakan sebagai kompos dengan catatan bahwa sebelum diproses menjadi kompos sampah kota harus terlebih dahulu dipilah- pilah, kompos yangrubbishharus dipisahkan terlebih dahulu. Jadi yang nantinya dimanfaatkan sebagi kompos hanyalah sampah-sampah jenis garbage saja. Berbeda dengan proses pengolahan sampah yang lainnya, maka  pada proses pembuatan kompos baik bahan baku, tempat pembuatan maupun cara pembuatan dapat dilakukan oleh siapapun dan dimanapun (Lingga, 1999).
Kompos dapat digunakan untuk tanaman hias, tanaman sayuran, tanaman buah-buahan maupun tanaman padi disawah. Bahkan hanya dengan ditaburkan diatas permukaan tanah, maka sifat-sifat tanah tersebut dapat dipertahankan atau dapatditingkatkan. Apalagi untuk kondisi tanah yang baru dibuka, biasanya tanah yang baru dibuka maka kesuburan tanah akan menurun. Oleh karena itu, untuk mengembalikan atau mempercepat kesuburannya maka tanah tersebut harus ditambahkan kompos (Sulistyorini, 2005).
Pupuk kompos yang dihasilkan dari mikroorganisme tersebut dapat digunakan kembali untuk memupuk tanaman salak untuk meningkatkan kualitas hasil perkebunan salak yang dilakukan. Penggunaan bantuan mikroorganisme dalam pengolahan sampah organik akan meningkatkan mutu kompos yang dihasilkan, mengurangi rasio volume sampah yang dihasikan, mengurangi ketergantungan petani akan pupuk buatan, meningkatkan efisiensi perkebunan yang dilakukan, dan secara tidak langsung akan meningkatkan penghasilan petani.



BAB 3. METODOLOGI

3.1 Waktu dan Tempat
            Praktikum Pengelolaan Limbah Pertanian acara V ( Pengolahan Sampah Organik Menjadi Kompos) dilaksanakan pada hari Rabu, tanggal 8 Desember 2010 bertempat di Laboratorium Jurusan Hama Dan Penyakit Fakultas Pertanian Universitas Jember pada pukul 13.00 WIB.

3.2 Bahan dan Alat
3.2.1 Bahan
1.    Kompos
2.    Sampah organik
3.    EM-4
4.    Dedak
5.    Molase
6.    Air sumur
7.    Serbuk gergaji

3.2.2 Alat
1.    Ember
2.    Gelas ukur
3.    Pengaduk
4.    Karung beras
5.    Plastik
6.    Pisau

3.3 Cara Kerja
1.    Memasukkan kompos jadi kedalam komposter hingga setebal 5 cm atau mendekati sisi terbawah pengaduk saat diputar.
2.    Mencacah daun atau sayuran sepanjang 2-4 cm dengan pisau atau gunting.
3.    Memasukkan bahan dan serbuk gergaji kedalam komposter dengan perbandingan 1:1 kemudian ditambahkan dedak.
4.    Melarutkan gula dalam air dengan menggunakan timba, selanjutnya memasukkan EM-4. Mendiamkan selama 1 jam lalu memasukkan larutan kedalam botol semprotan.
5.    Mengaduk bahan kompos, lalu menyemprotkan larutan sebagai bioaktifator.
6.    Memasukkan sampah daun setiap hari hingga penuh diikuti dengan penambahan serbuk gergaji tanpa penambahan EM-4. Mengaduk setiap 2 hari sekali.
7.    Menyemprotkan larutan EM-4 sesekali jika bahan mengeluarkan bau tidak sedap.
8.    Mengeringkan kompos yang telah jadi selama 1 hari di tempat teduh tanpa terkena sinar matahari langsung.



BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil
Kelompok
Jenis limbah
Warna
Suhu
Bau
Tekstur
Koloni putih
1
Wortel
Oranye
40
Menyengat
Kasar
Banyak
2
Kubis
Oranye kekuningan
29
Menyengat sekali
Agak Halus
Banyak
3
Labu Siam
Kuning keputihan
28
Asam Kuat
Agak Halus
Banyak
4
Sayuran
Hijau kekuningan
39
Menyengat
Tidak terlalu kasar
Banyak
5
Sawi
Keruh
29
Tidak terlalu menyengat
(sedang)
Kasar
Sedang
6
Tomat
Keruh
29
Tidak terlalu menyengat
(sedang)
Kasar
Banyak
7
Campuran buah
Keruh
30
Tidak terlalu menyengat
(sedang)
Ksaar
Sedang


4.2 Pembahasan
Pemanfaatan limbah padat sebagai pupuk organic kompos telah banyak dilakukan serta berdasarkan hasil penggunaan pupuk yang ramah lingkungan serta menambah nilai ekonomis merupakan nilai tambah petani sebagai pelaku pertanian. Pada praktikum sampah dikelola sedemikian rupa hingga menjadi pupuk kompos. Bahan dasar pupuk dalam praktikum adalah sampah pasar, dimana banyak terdapat keuntungan selain menimbulkan efek kebersihan juga dapat digunakan sebagai asupan nutrisi bagi tanaman.
Pertimbangan pengelolaan sampah organic menjadi kompos adalah kompos dapat memperbaiki struktur tanah dengan meningkatkan kandungan bahan organik tanah dan akan meningkatkan kemampuan tanah untuk mempertahankan kandungan air tanah. Aktivitas mikroba tanah yang bermanfaat bagi tanaman akan meningkat dengan penambahan kompos. Aktivitas mikroba ini membantu tanaman untuk menyerap unsur hara dari tanah. Aktivitas mikroba tanah juga diketahui dapat membantu tanaman menghadapi serangan penyakit. Tanaman yang dipupuk dengan kompos juga cenderung lebih baik kualitasnya daripada tanaman yang dipupuk dengan pupuk kimia, misal: hasil panen lebih tahan disimpan, lebih berat, lebih segar, dan lebih enak
Pengomposan adalah proses dimana bahan organik mengalami penguraian secara biologis, khususnya oleh mikroba-mikroba yang memanfaatkan bahan organik sebagai sumber energi. Membuat kompos adalah mengatur dan mengontrol proses alami tersebut agar kompos dapat terbentuk lebih cepat. Proses ini meliputi membuat campuran bahan yang seimbang, pemberian air yang cukup, mengaturan aerasi, dan penambahan aktivator pengomposan. Pengomposan merupakan proses perombakan (dekomposisi) dan stabilisasi bahan organik oleh mikroorganisme dalam keadaan lingkungan terkendali dengan hasil akhir humus atau kompos.
Pada praktikum pengelolaan limbah digunakan berbagai bahan pembuatan kompos yang berupa limbah padat sayuran dan buah-buahan. Dari berbagai limbah tersebut ada yang berdiri sendiri sebagai bahan kompos, dan ada pula yang dicampur dengan bahan komposa yang lain. Dari keadaan tersebut ternyata memberikan dampak yang berbeda pada proses pengomposan, sehingga dari segi kematangan serta hasil kualitas yang didapatkan pun akan berbeda. Bahan baku pembuatan pupuk organic cair tersebut akan bagus jika bahan yang digunakan adalah bahan organic basah yang mempunyai kandungan air tinggi, seprti sayuran dan buah-buahan, sehingga pada praktikum digunakan ini dalam pembuatan pupuk organic cair menggunakan bahan kompos berupa sayuran dan buah-buahan. Harapannya adalah hasil pengomposan akan sesuai dengan kualitas yang sesuai dengan apa yang diinginkan.
            Sebagai bahan kultur campuran digunakan mikroorganisme berupa EM-4. EM-4 adalah kultur campuran dari mikroorganisme yang menguntungkan bagi pertumbuhan tanaman. Sebagian besar mengndung mikroorganisme Lactobacillus sp. bakteri penghasil asam laktat, serta dalam jumlah sedikit bakteri fotosintetik Streptomyces sp. dan ragi. EM-4 mampu meningkatkan dekomposisi limbah dan sampah organik, meningkatkan ketersediaan nutrisi tanaman serta menekan aktivitas serangga hama dan mikroorganisme patogen.
EM-4 diaplikasi sebagai inokulan untuk meningkatkan keragaman dan populasi mikroorganisme di dalam tanah dan tanaman, yang selanjutnya dapat meningkatkan kesehatan, pertumbuhan, kuantitas dan kualitas produksi tanaman secara berkelanjutan. Selain itu EM-4 juga dapat digunakan untuk mempercepat pengomposan sampah organik atau kotoran hewan, membersihkan air limbah, serta meningkatkan kualitas air pada tambak udang dan ikan.
Berdasarka data pada praktikum yang telah didapatkan dengan indicator dari parameter pengamatan, maka dari berbagai bahan yang digunakan sebagai bahan kompos ternyata memiliki berbagai criteria perbedaan dari hasil pengomposan. Pada bahan kompos limbah wortel setelah dilakukan pengamatn selama 7 hari, hasil dari pupuk organic menimbulkan bau yang menyengat. Hal tersebut menandakan bahwa pupuk organic cair dari limbah sayur wortek masih kurang begitu sempurna. Hal serupa juga terjadi pada limbah labu siam, limbah campuran sayuran, dan kubis. Bau yang paling menyengat dari keempat limbah tersebut adalah pada limbah kubis. Hal ini menandakan bahwa proses pengomposan masih belum sempurna. Sedangkan untuk limbah sawi, tomat ,dan campuran buah relative sedang bau yang ditimbulkan setelah 7 hari proses pengomposan.
            Warna yang ditimbulkan dari masing-masing limbah yan telah diproses menjadi kompos bervariasi. Namun warna yang timbul dari hasil pengomposan sebagian besar berwarna kekuningan. Sedangkn suhu dari masing-masing limbah juga berbeda, dimana suhu hasil pengomposan yang paling tinggi didapatkan pada limbah wortel, yakni 400C. hal tersebut menandakan bahwa pada limbah wortel masih terjadi proses pengomposan, dimana mikroorganisme masih berperan aktif didalamnya. sedangakn suhu yang paling rendah terdapat pada limbah hasil pengomposan labu siam, yakni 280C, dan hal ini menandakan bahwa pada limbha labu siam proses pengomposan mikroorganisme lebih rendah dan menandakan pupuk ogganik cair telah hampir matang. Untuk tekstur dari semua bahan hasil pengomposan adalah sedang hingga mencapai kasar. Sedangkan dari segi keberadaan mikroorganisme untuk semua jenis bahan limbah relative banyak. Hal tersebut menandakan bahwa banyak mikroorganisme yang masih aktif dalam proses pengomposan.
            Dalam proses pengomposan terdapat hal yang mempengaruhi, dimana factor-faktor tersebut akan berpengaruh terhadap hasil yang didapatkan selama proses pengomposan. Padas etiap organsme pendegradasi bahan organic membutuhkan kondisi lingkungan dan bahan yang berbeda-beda. Apabila kondisinya sesuai, maka dekomposer tersebut akan bekerja giat untuk mendekomposisi limbah padat organik. Apabila kondisinya kurang sesuai atau tidak sesuai, maka organisme tersebut akan dorman, pindah ke tempat lain, atau bahkan mati. Menciptakan kondisi yang optimum untuk proses pengomposan sangat menentukan keberhasilan proses pengomposan itu sendiri.
Faktor-faktor yang memperngaruhi proses pengomposan antara lain:
~ Rasio C/N Rasio C/N yang efektif untuk proses pengomposan berkisar antara 30: 1 hingga 40:1. Mikroba memecah senyawa C sebagai sumber energi dan menggunakan N untuk sintesis protein. Pada rasio C/N di antara 30 s/d 40 mikroba mendapatkan cukup C untuk energi dan N untuk sintesis protein. Apabila rasio C/N terlalu tinggi, mikroba akan kekurangan N untuk sintesis protein sehingga dekomposisi berjalan lambat. Umumnya, masalah utama pengomposan adalah pada rasio C/N yang tinggi, terutama jika bahan utamanya adalah bahan yang mengandung kadar kayu tinggi (sisa gergajian kayu, ranting, ampas tebu, dsb). Untuk menurunkan rasio C/N diperlukan perlakuan khusus, misalnya menambahkan mikroorganisme selulotik (Toharisman, 1991) atau dengan menambahkan kotoran hewan karena kotoran hewan mengandung banyak senyawa nitrogen.
~ Ukuran Partikel Aktivitas mikroba berada diantara permukaan area dan udara. Permukaan area yang lebih luas akan meningkatkan kontak antara mikroba dengan bahan dan proses dekomposisi akan berjalan lebih cepat. Ukuran partikel juga menentukan besarnya ruang antar bahan (porositas). Untuk meningkatkan luas permukaan dapat dilakukan dengan memperkecil ukuran partikel bahan tersebut.
~ Aerasi Pengomposan yang cepat dapat terjadi dalam kondisi yang cukup oksigen(aerob). Aerasi secara alami akan terjadi pada saat terjadi peningkatan suhu yang menyebabkan udara hangat keluar dan udara yang lebih dingin masuk ke dalam tumpukan kompos. Aerasi ditentukan oleh posiritas dan kandungan air bahan(kelembaban). Apabila aerasi terhambat, maka akan terjadi proses anaerob yang akan menghasilkan bau yang tidak sedap. Aerasi dapat ditingkatkan dengan melakukan pembalikan atau mengalirkan udara di dalam tumpukan kompos.
~ Porositas Porositas adalah ruang diantara partikel di dalam tumpukan kompos. Porositas dihitung dengan mengukur volume rongga dibagi dengan volume total. Rongga-rongga ini akan diisi oleh air dan udara. Udara akan mensuplay Oksigen untuk proses pengomposan. Apabila rongga dijenuhi oleh air, maka pasokan oksigen akan berkurang dan proses pengomposan juga akan terganggu.
~ Kelembaban (Moisture content) Kelembaban memegang peranan yang sangat penting dalam proses metabolisme mikroba dan secara tidak langsung berpengaruh pada suplay oksigen. Mikrooranisme dapat memanfaatkan bahan organik apabila bahan organik tersebut larut di dalam air. Kelembaban 40 - 60 % adalah kisaran optimum untuk metabolisme mikroba. Apabila kelembaban di bawah 40%, aktivitas mikroba akan mengalami penurunan dan akan lebih rendah lagi pada kelembaban 15%. Apabila kelembaban lebih besar dari 60%, hara akan tercuci, volume udara berkurang, akibatnya aktivitas mikroba akan menurun dan akan terjadi fermentasi anaerobik yang menimbulkan bau tidak sedap.
~ Temperatur/suhu Panas dihasilkan dari aktivitas mikroba. Ada hubungan langsung antara peningkatan suhu dengan konsumsi oksigen. Semakin tinggi temperatur akan semakin banyak konsumsi oksigen dan akan semakin cepat pula proses dekomposisi. Peningkatan suhu dapat terjadi dengan cepat pada tumpukan kompos. Temperatur yang berkisar antara 30 - 60oC menunjukkan aktivitas pengomposan yang cepat. Suhu yang lebih tinggi dari 60oC akan membunuh sebagian mikroba dan hanya mikroba thermofilik saja yang akan tetap bertahan hidup. Suhu yang tinggi juga akan membunuh mikroba-mikroba patogen tanaman dan benih-benih gulma.
~ pH Proses pengomposan dapat terjadi pada kisaran pH yang lebar. pH yang optimum untuk proses pengomposan berkisar antara 6.5 sampai 7.5. pH kotoran ternak umumnya berkisar antara 6.8 hingga 7.4. Proses pengomposan sendiri akan menyebabkan perubahan pada bahan organik dan pH bahan itu sendiri. Sebagai contoh, proses pelepasan asam, secara temporer atau lokal, akan menyebabkan penurunan pH (pengasaman), sedangkan produksi amonia dari senyawa-senyawa yang mengandung nitrogen akan meningkatkan pH pada fase-fase awal pengomposan. pH kompos yang sudah matang biasanya mendekati netral.
~ Kandungan Hara Kandungan P dan K juga penting dalam proses pengomposan dan bisanya terdapat di dalam kompos-kompos dari peternakan. Hara ini akan dimanfaatkan oleh mikroba selama proses pengomposan.
~ Kandungan Bahan Berbahaya Beberapa bahan organik mungkin mengandung bahan-bahan yang berbahaya bagi kehidupan mikroba. Logam-logam berat seperti Mg, Cu, Zn, Nickel, Cr adalah beberapa bahan yang termasuk kategori ini. Logam-logam berat akan mengalami imobilisasi selama proses pengomposan.
~ Lama pengomposan Lama waktu pengomposan tergantung pada karakteristik bahan yang dikomposakan, metode pengomposan yang dipergunakan dan dengan atau tanpa penambahan aktivator pengomposan. Secara alami pengomposan akan berlangsung dalam waktu beberapa minggu sampai 2 tahun hingga kompos benar-benar matang.
Berdasarkan factor-faktor tersebut, maka proses pengimposan pada tiap-tiap bahan limbah yang digunakan jelas berbeda, sehingga dapat dikriteriakan hasil yang baik sebagai bahan limbah dan sebagai pupuk organic cair nantinya. Berdasarkan data yang telah didapatkan tersebut, maka bahan baku limbha yang paling baik adalah labu siam, sebab proses pengomposan sendiri relative lebih cepat jika dibandngkan dengan bahan komposa yang lain yang ditandai dengan adanya suhu pada bahn hasil pengomposan adalah paling rendah. Selain iu pada limbah ini hasilnya  bertekstur sedang dan bau limbah tidak terlalu menyengat. Sedangkan bahan limbha yang paling rendah kualitasnya adalah pada bahan limbha wortel, dimana pada limbah ini masih banyak terdapat mikroorganiame serta proses pengomposan lebih lama jika dibandingkan dengan bahan pupuk organic cair yang lain.
            Maka dari itu penting unukt kita dalam mengenali karakteristik limbah sebagai bahan pupuk organic cair. Berdasarka praktikum kali ini. Maka dapat diidentifikasi bahan limbah mana yang paling baik jika digunkan sebagai pupuk organik cair, sehingga akan menambah pemahaman dalam menentukan bahan limbah yang tepat terhadap proses pembuatan pupuk organic cair.


BAB 5. KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan
            Berdasarkan hasil data praktikum yang telah didapatkan,maka dapat disimpulaka bahwa:
1.    Bahan baku limbah pembuatan kompos akan mempengaruhi proses pengomposan yang dilakukan.
2.    Hasil proses pengomposan yang baik adalah jika aktivitas mikroorganisme relative lebh rendah.
3.    Pada proses pengomposan terdapat factor-faktor yang mempengaruhi yang akan menentukan hasi dari proses pengomposan.
4.    Bahan limbah yang paling baik digunakan sebagai pupuk organic cair adalah limbah labu siam.

5.2  Saran
Untuk praktikum selanjutnya sebaiknya dalam melakukan proses pengomposan lebih memperhatikan  tata cara ynag benar, sehingghasil pengomposan sesuai dengan harapan. Perlu diperhatikan pula adalha ukuran bahan baku pengomposan, sebaiknya dalam memotong bahan limbah relative kecil agar proses pengomposan lebih cepat.


DAFTAR PUSTAKA

Gunam, w. 2007.  Pemanfaatan Sampah Organik Menjadi Pupuk Kompos dengan Bantuan Mikroorganisme di Desa Sibetan Karangasem.  Teknologi industri pertanian – fakultas teknologi pertanian. Universitas udayana.

Guntoro Dwi, Purwono, dan Sarwono. 2003. Pengaruh Pemberian Kompos Bagase Terhadap Serapan Hara Dan Pertumbuhan Tanaman Tebu (Saccharum officinarum L.). Dalam Buletin Agronomi, Departemen Agronomi dan Hortikultura, Institut Pertanian Bogor.Anonymous.  2004. RENTEC Renewable Energy Technologies Inc, www. rentec. ca,  California, Amerika Serikat, diakses 16 September 2006.

Handayani, Mutia. 2009. Pengaruh Dosis Pupuk NPK dan Kompos Terhadap Pertumbuhan Bibit Salam, sebuah skripsi. Dalam IPB Information Resource Center diunduh 13 Juni 2010.

Lilis Sulistyorini. 2005. Pengelolaan Sampah dengan Cara Menjadikannya Kompos. Jurnal Kesehatan Lingkungan, Vol. 2, No. 1, Juli 2005: 77-84.

Lingga. Pinus dan Marsono. 1999. Petunjuk Pemakaian Pupuk. Penerbit.Penebar Swadaya, Jakarta.

Rohendi, E. 2005. Lokakarya Sehari Pengelolaan Sampah Pasar DKI Jakarta,  
   sebuah prosiding. Bogor, 17 Februari 2005.

Saenab, A. 2007. Evaluasi Pemanfaatan Limbah Sayuran Pasar Sebagai Pakan Ternak Ruminasia di DKI Jakarta. Balai pengkajian teknologi pertanian Jakarta. Badan penelitian dan pengembangan pertanian. Jakarta.





Lampiran Gambar

           Bahan baku limbah                                                  









     Bahan campuran limbah

No comments:

Post a Comment