
LAPORAN
PRAKTIKUM
PENGELOLAAN
TANAH DAN AIR UNTUK TANAMAN PADI
DALAM
SISTEM PERTANIAN BERKELANJUTAN
Oleh
:
1.
Andika
Septa S.B.H. 081510501139
2.
Oki
Yulianto Saputra 081510501181
PROGRAM
STUDI AGROTEKNOLOGI
FAKULTAS
PERTANIAN
UNIVERSITAS
JEMBER
2011
- PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Sawah
merupakan suatu sistem budaya tanaman yang khas dilihat dari sudut kekhususan
pertanaman yaitu padi, baik itu dalam penyiapan tanah, pengelolaan air, dan
dampaknya terhadap lingkungan. Maka sawah perlu diperhatikan secara khusus
dalam pola pengelolaan lahannya. Menurut Hardjowigeno (1993), tanah sawah atau
“paddy soil” adalah tanah dengan horizon permukaan berwarna pucat karena
reduksi Fe dan Mn akibat penggenangan air sawah, dan senyawa tersebut pindah
serta mengendap di permukaan gumpalan struktur tanah dan lubang-lubang akar.
Maka,
jika kita berbicara tentang tanah sawah pokok pembicaraannya tentu produksi
padi dan beras dengan mengupayanakan system pengelolaan yang berkelanjutan. Penyiapan
tanah sawah meyebabkan perubahan
sifat-sifat fisik, kimia, biologi, serta morfologi tanahnya. Keadaan tanah
alami berubah menjadi keadaan tanah buatan dan menyimpang dari keadaan yang
dikehendaki oleh pertanaman yang lain dalam bentuk pelumpuran tanah.
Pengolahan
tanah dengan cara pelumpuran menghancurkan agregat tanah. Pada kondisi
tergenang agregat tanah akan terdispersi dan penghancuran agregat akan semakin
intensif pada saat tanah dibajak, digaru dan dilumpurkan. Jika tanah
dilumpurkan, tiap lapisan pada zona pelumpuran memiliki karakteristik yang
berbeda dengan lapisan yang lainnya. Hasil penelitian Saito dan Kawaguchi
(1971) dalam Sharma dan De Datta (1985) menunjukkan bahwa pada lapisan
tanah permukaan 0-15 cm pada zona pelumpuran tersusun oleh tanah dengan tekstur
yang halus, lapisan tengah dengan tekstur yang agak kasar dan lapisan bawah
dari zona tersebut sangat masif tanpa ada perbedaan tekstur.
Sawah adalah budidaya tanaman yang paling banyak
menggunakan air. Air diperlukan banyak untuk melumpurkan tanah, untuk menggenangi
petak pertanaman, dan untuk dapat dialirkan dari petak satu ke petak yang lain.
Ini berarti sawah membrikan beban paling berat kepada sumberdaya air. Oleh
karena tanah sawah bersuasana reduktif (anaerob).
Oleh karena itu pengelolaan tanah dan air perlu
diperhatikan dengan melakukan pengolahan tanah serta penggunaan teknologi
system pengairan yang sesuai dengan kebutuhan, dalam artian penggunaan air
dengan bijak. Pada praktikum ini dimaksudkan untuk mengetahui teknologi
pengelolaan tanah dan air di tingkat petani serta dengan melakukan perbandingan
antara system pengelolaan tingkat petani, pengelolaan tanah sawah untuk padi
gogo, padi hibrida, serta pengelolaan tanah sawah system SRI. Maka dapat
diketahui teknologi-teknologi pengelolaan pada masing-masing system tanam serta
jenis tanaman padi yang diusahakan.
1.2 Tujuan
Mengetahui
dan membandingkan sistem pengelolaan air dan tanah sawah di tingkat petani,
system pengelolaan untuk padi gogo, padi hibrida, serta SRI.
II. TINJAUAN PUSTAKA
Sawah merupakan suatu
sistem budaya tanaman yang khas, yakni untuk pertanaman padi. Penyiapan tanah
sawah meyebabkan sifat-sifat fisik, kimia, biologi dan morfologi tanah berupa
nyata. Sawah adalah budidaya tanaman yang paling banyak menggunakan air. Air diperlukan
banyak untuk melumpurkan tanah, untuk menggenangi petak pertanaman, dan untuk
dapat dialirkan dari petak satu ke petak yang lain. Ini berarti sawah membrikan
beban paling berat kepada sumberdaya air, oleh karena tanah sawah bersuasana
reduktif (Notohadiprawiryo, 1992).
Sifat fisik tanah
sangat menentukan kesesuaian suatu lahan dijadikan lahan sawah. Identifikasi
dan karakterisasi sifat fisik tanah mineral memberikan informasi untuk
penilaian kesesuaian lahan (Sys, 1985) terutama dalam hubungannya dengan
efisiensi penggunaan air. Jika lahan akan disawahkan, sifat fisik tanah yang
sangat penting untuk dinilai adalah tekstur, struktur, drainase, permeabilitas
(Keersebilck and Soeprapto, 1985) dan tinggi muka air tanah (Sys, 1985).
Sifat-sifat tersebut berhubungan erat dengan pelumpuran (puddling) dan efisiensi
penggunaan air irigasi. Pengaruh pelumpuran terhadap sifat fisik tanah menjadi
sangat spesifik pada lahan sawah dan sekaligus memberikan indikasi perbedaan perubahan
sifat fisik tanah antara tanah yang disawahkan dengan tanah yang tidak
disawahkan.
Penyiapan lahan
merupakan tempat yang baik untuk tanaman, sehingga pengolahan tanah sangat menentukan
keberlanjutan pertumbuhan tanaman padi hibrida. Pengolahan tanah sebaiknya
dilakukan dua kali agar diperoleh pelumpuran tanah yang baik. Adapun tahapan pengolahan
tanah antara lain :
1. Pengolahan tanah dengan bajak singkal
(kedalaman 10 cm – 20 cm),
sebelumnya tanah digenangi air selama 1 minggu untuk melunakkan tanah.
2. Setelah tanah diolah, tanah dibiarkan
selama 1 minggu dan digenangi air.
3.
Tanah diolah kembali dengan bajak rotary sampai melumpur dilanjutkan
dengan perataan tanah sampai siap tanam (BPTP.
2008).
SRI adalah teknik budidaya padi yang mampu
meningkatkan produktifitas padi dengan cara mengubah pengelolaan tanaman,
tanah, air dan unsur hara, terbukti telah berhasil meningkatkan produktifitas
padi sebesar 50% , bahkan di beberapa tempat mencapai lebih dari 100%. SRI
bukan merupakan varietas padi baru ataupun padi hibrida, namun merupakan suatu
metoda atau cara penanaman padi dan perawatannya, merupakan kependekan dari System
of Rice Intensification atau le Systéme de Riziculture Intensive.
Pola tanam padi SRI telah menunjukkan hasil yang menjanjikan pada semua
varietas padi baik varietas lokal
maupun varietas unggul baru di berbagai Negara
(Norman, 2004).
Salah
satu pengusahaan tanaman padi di tanah kering adalah dengan cara gogo. Padi gogo
adalah padi yang diusahakan di tanah tegalan kering dan dapat diusahakan secara
tumpangsari dengan palawija dan tanaman lain misalnya jati (Tictona grandis LF)
pada stadia muda (Husin, 2002). Syarat tumbuh untuk pertanaman padi gogo adalah
curah sebanyak 600 - 1.200 mm selama fase pertumbuhannya, uhu optimum untuk
pertumbuhan antara 15 - 30o C, jenis tanah yang baik adalah Latosol, Grumusol,
dan Aluvial.
Keunggulan
Padi Hibrida antara lain : 1) hasil yang lebih tinggi daripada hasil padi
unggul inhibrida; 2) vigor lebih baik sehingga lebih kompetitif terhadap gulma;
3) keunggulan dari aspek fisiologi, seperti aktivitas perakaran yang lebih
luas, area fotosintesis yang lebih luas, intensitas respirasi yang lebih rendah
dan translokasi asimilat yang lebih tinggi; 4) keunggulan pada beberapa karakteristik
morfologi seperti sistem perakaran yang lebih kuat, anakan lebih banyak, jumlah
gabah per malai lebih banyak, dan bobot 1000 butir gabah isi yang lebih tinggi.
Kelemahan Padi Hibrida
antara lain : 1) harga benih yang mahal; 2) petani harus membeli benih yang
baru setiap tanam, karena benih hasil sebelumnya tidak dapat dipakai untuk
pertanaman berikutnya ; 3) tidak setiap galur atau varietas dapat dijadikan
sebagai tetua padi hibrida. Untuk tetua jantannya hanya terbatas pada galur
atau varietas yang mempunyai gen Rf atau yang termasuk restorer saja; 4)
produksi benih rumit; 5) memerlukan areal pertanaman dengan syarat tumbuh
tertentu (BPTP, 2008).
III.
METODOLOGI
2.1
Waktu dan Tempat
Praktikum ini dilaksanakan pada 5
dan 11 Maret 2011 pukul 08.00-selesai. Bertempat di Desa Muktisari dan
Laboratorium Klimatologi Jurusan Tanah Fakultas Pertanian Universitas Jember.
2.2 Alat dan Bahan
2.2.1 Alat
1.
Peralatan tulis
2.
Kemera digital
3.
Papan jalan
4.
Laptop
5.
Viewer
6.
Sound
2.2.2 Bahan
1.
Kuesioner
2.
Video tutorial
2.3 Cara Kerja
2.3.1 Acara 1
1.
Menyiapkan Kuesioner dan alat tulis yang
akan dijadikan sebagai bahan wawancara.
2.
Mewawancarai petani dengan pertanyaan
yang telah dipersiapkan.
3.
Mencatat hal-hal yang penting berkaitan
dengan pengelolaan tanah dan air untuk tanaman padi.
2.3.2 Acara 2
1. Menyiapkan alat tulis dan peralatan visual.
2. Meresume hal-hal yang penting berkenaan
dengan pengelolaan tanah sawah.
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.2 Pembahasan
4.2.1 Sistem Budidaya Tingkat Petani
Praktikum ‘Pengelolaan
Tanah dan Air dalam Sistem Pertanian Berkelanjutan’ didasarkan pada informasi
pengelolaan tanah dan air di tingkat petani, serta membandingkannya dengan
sistem-sistem pengelolaan lain, misalnya pengelolaan pada padi gogo, padi
hibrida, serta pengelolaan tanah dan air system SRI. Informasi tersebut didapatkan dari petani
responden, yakni bapak Suraji yang berdomisili di desa Muktisari. Desa
muktisari terletak d kabupaten jember, dimana topografi relative datar dengan
elevasi yang tidak terlalu curam. Sehingga sangat cocok jika tanah dijadikan
sebagai lahan pertanian.
Penyiapan
Lahan
Lahan
yang digarap pak Suradji sebelumnya pernah ditanam tanaman jagung. Hal tersebut
menandakan bahwa pengetahuan tentang teknik rotasi tanaman telah di terapkan.
Kebanyakan dari petani juga mendapatkan penyuluhan dari para penyuluh
pertanian, sehingga pengetahuan tentang perlunya rotasi tanaman dalam
menyeimbangkan ketersediaan hara di dalam tanah telah diketahui. Dari segi
pengolahan tanahnya, sebelum dilakukan pembajakan dan disusul dengan pelumpuran
dengan bajak rotary. Namun untuk prosedur yang benar setelah di bajak didiamkan
1 minggu sehingga member ruang tanah bernafas hingga terjadi reksi reduksi.
Menurut De
Gee, J. C. (1950) Pengolahan tanah dilakukan 2 kali,
Pengolahan pertama dilakukan dengan mengggunakan luku atau rotari jika tanah
yang diolah merupakan lahan yang sudah pernah dilakukan pengolahan pada musim
tanam sebelumnya. Setelah diolah, dibiarkan selama + 1 minggu. Kemudian
dilanjutkan dengan pengolahan kedua sampai terjadi pelumpuran sempurna.
Kalu
dilihat dari cara pengolahan tanahnnya, bapak suraji sudah benar dengan
melakukan pengolahan 2 kali, namun saat sebelum pelumpuran tanah tidak
dibiarkan terlebih dahulu selama kira-kira 1 minggu, melainkan sehari selang
pembajakan langsung dilumpurkan. Selanjutya menyiapkan lahan untuk pembibitan,
disana lahan pembibitan memiliki panjang 15 m dan lebar 2 m, yang masing-masing
terdapat beberapa laha pembibitan.
Teknis
Penanaman
Setelah
masa pengolahan tanah selesai, maka mulai dilakuakn penanaman benih pada arel
pembibitan, baru sekitar 2 minggu bibit siap dipindahkan ke lahan. Jarak tanam
yang ditetapkan oleh pak Suraji adalah 20x20, dimana dalam setiap lubang tanam
terdapat 2-3 bibit padi. Di daerah Muktisari sendiri tergolong daerah yang kaya
akan air, sehingga para petani disana tidak terlalu bingung dengan pasokan air
sebab air akan selalu tersedia untuk lahannya. Pengairan sendiri dialkukang
bergiliran antara lahan petani yang satu dengan yang lain. Biasanya
pengairan(penggenangan lahan) dilakukan 3 hari sekali, sebab dalam 3 hari
biasanya lahan telah kering kembali.
Penyiangan
Untuk
penyiangan dilakukan setelah ada tanda-tanda kemunculan gulma biasanya setelah
2 minggu setelah tanam, masuk fase generative, dan 2 minggu sbelum panen,
dimana tanaman padi telah memasuki fase vegetative secara utuh. Pada saat itu
nutrisi yang diperoleh tanaman padi akan terhambat akibat persaingan dengan
gulma. Sedangakn pada fase generative bulir padi yang dihasilkan dapat kurang
maksimal, maka perlu adanya penyiangan. Begitu pula saat sebelum panen
dilakukan.
Pemupukan
Pemupukan
dilakuakn sebelum tanam dilakukan, Pak Suparji memberikan pupuk TSP pada
sebesar 2 Kw/Ha. Selanjutnya sebelum tanam diberi pupuk berimbang, yakni Ponska
dan UREA masing-masing 2 Kw/Ha. Pemberian pupuk berimbang ini dimaksudkan agar
tanaman padi tumbuh optimal, dimana pada
fase vegetative ini tanaman padi sangat membutuhkan suplai nutrisi yang cukup
agar tanaman dapat tumbuh dengan baik. Selnjutjutnya pada umur 25 hari
menggunakan ZA dan Ponska, masing-masing 1 Kw/Ha.
Biaya
Pengeluaran
Menurut
pak Suraji total biaya pengeluaran budidaya padi di lahan ½ Ha sawahnya
adalahberkisar antara 2,5 hingga 3 jt. Hal tersebut meliputi pengolahan tanah,
penanaman, pemupukan, hingga sampai masa panen, dan biaya unuk tenaga kerja.
Sedangakn hasilnya berkisar 6-7 jt.
4.2.2 Padi
Hibrida
Sebenarnya
pengolahan tanah sawah untuk padi hibrida sama dengan jenis varietas lainnya,
namun terdapat beberapa hal yang berbeda. Penjelasan proses budidayanya adalah
sebagai berikut :
Tahapan
Pengelolaan Pembibitan
a.
Persiapan
persemaian
Tahapan-tahapan
ini meliputi peyediaan benih, persiapan persemaian, pemeliharaan penyemaian,
pindah tanam serta pemeliharaan bibit. Untuk 1 Ha lahan dibutuhkan benih padi
hibrida bernas sebanyak 15 Kg. untuk penglahan tanahnnya diolah dengan
menggunakan bajak rotary setelah pembajakan pertama dengan bajak singkal.
Selanjutnya setelah pelumpuran diberi pupuk dasar dengan menggunakan pupuk NPK,
UREA, dan KCl. Pada hakikatnya sama dengan pula pemupukan yang dilakukan oleh
pak Suraji diatas, namun pak Suraji hanya menggunakan pupuk TSP saja untuk
pupuk dasar. Setelah dilakukan pemupukan dasar maka selanjutnya dilakukan
pemerataan kembali lahan sawahnya, dan dibuat bedengan untuk benih dengan lebar
1,5 m, tinggi 10 cm, dan jarak antar bedeng 30 cm. untuk mengurangi dan
mencegah gulma maka areal pembibitan diberi herbisida pra-tumbuh 3-4 sebelum
semai.
b.
Pemeliharaan
dan Penyemaian
Proses selanjutnya
adalah penyemaian dan pemeliharaan, dalam proses ini benih dibagi sesuai dengan
bedengan yang telah dibuat. Hal ini sangat berbeda dengan proses pembibitan
pada pengelolaan tingkat petani yang dilakukan leh pas Suraji. Pada padi
hibrida menggunakan bedengan dengan ukuran tertentu seperti diatas, sedangkan
di tingkat petani hanya melakukan penebaran benih di lahan pembibitan tanpa
bedengan. Untuk penebaran benih dengan cara dibenamkan pada padi hibrida,
pembenaman benih tidak dianjurkan terlalu dalam, dikhwatirkan benih sulit untuk
berkecambah. Pada padi hibrida pupuk persemaiaan diberikan 10 HST dengan UREA 5
Kg/100m2. Sedangkan pada tingkat petani yang dilakukan pak Suraji hanya dengan
cara ditabur langsung benih yang telah disiapkan sebelumnya karena tidak
menggunakan bedengan.
c.
Pindah
Tanam
Sebelum pindah tanam
pada lahan tanam, lahan tanamn diolah dengan bajak dan rotary hingga terjai
plumpuran yang sempurna. Persiapan lahan dilakukan 1 minggu sebelum pindah
tanam. Selanjutnya membuat parit untuk kluar msuknya air irigasi. Hal ini juga
sama dengan yang dilakukan oleh petani pada umumnya. Lahan selanjutnya dipupuk
denga menggunakan pupuk dasar UREA 100 Kg, SP-36 50 Kg, dan KCl 100 Kg/Ha yang
diberikan 3 hari sebelum tanam. Kita dapat lihat terdapat perbedaan pemberian
pupuk dasar. Pada tingkat petani tidak menggunakan pupuk dasar SP-36. Pupuk
SP-36 digunakan pada pemupukan lanjutan. Selanjutnya lahan lahan tanam digaris,
tujuannya agar bibit yang akan ditanam sesuai dengan jarak tanam dan garis yang
telah ditentuka. Jarak tanam juga bervariasi bias 20x25 cm ; juga bias 25x25
cm. untuk padi hibrida dalam satu lubang tanam cukup 1-2 bibit karena padi
hibrida memiliki anakan yang lebih banyak jika dibandingkan dengan padi biasa.
d.
Pemeliharaan
Tanaman dan Pengairan
Pengairan berselang (intermitten) difokuskan
pada musim kemarau, sedangkan pada musim hujan hanya dilakukan di daerah yang
pengairannya dapat diatur. Cara pengairan berselang adalah: sewaktu tanam
bibit, lahan dalam kondisi
macak-macak.
Secara berangsur-angsur lahan diairi setinggi 2-5 cm hingga tanaman berumur 10 HST;
Lahan tidak diairi sampai 5-6 hari atau sampai permukaan tanah retak-retak
selama 2 hari kemudian diairi kembali setinggi 5-10
cm;
Mulai fase keluar bunga sampai 10 hari sebelum panen, lahan terus digenangi
air
setinggi 5 cm, selanjutnya lahan dikeringkan untuk mempercepat dan meratakan pemasakan
gabah dan memudahkan panen.
4.2.3 Padi Gogo
Seperti kita ketahui padi gogo ditanam dilahan
kering. Selain ditanam pada lahan sawah tanaman padi juga bisa dibudidayakan
pada lahan kering atau sering kita sebut dengan budidaya padi gogo rancah. Pada
sistem budidaya padi gogorancah seolah-olah kita anggap tanaman padi seperti
tanaman palawija. Sehingga kebutuhan air
dalam sistem ini sangatlah minim. Sistem budidaya padi gogo biasanya dilakukan
pada tanah-tanah yang kering atau
tanah tadah hujan. Kelebihan sistem tanam gogo rancah dibanding sistem sawah diantaranya adalah penghematan tenaga kerja
tanam, penghematan tenaga kerja
pemeliharaan dan tentunya lebih menghemat waktu. Adapun kekurangan cara tanam gogo rancah adalah produksi yang
dihasilkan tidak sebesar dengan sistem tanah sawah.Upaya peningkatan luas
panen, produktivitas dan produksi
salah satunya dilakukan melalui penerapan
teknologi dengan pendekatan Pengelolaan
Tanaman dan Sumberdaya
Terpadu (PTT) (BPTP, 2009).
Pengolahan Tanah
Pengolahan tanah sagatlah berbeda jika dibandingkan
dengan pengolahan padi jenis yang lain, sebab padi gogo ditumbuhkan pada lahan
kering. Pengolahan tanah dilakukan 2 kali, pengolahan tanah pertama dilakukan
pada musim kemarau atau setelah turun hujan pertama, dan pengolahan kedua saat menjelang
tanam, Pengolahan tanah dapat dilakukan dengan menggunakan cangkul, atau
traktor atau ternak secara disingkal, Kemudian lahan dibiarkan atau
dikelantang, Apabila sudah turun hujan terus menerus atau kontinyu yang
memungkinkan untuk tanam, lahan diolah lagi untuk menghaluskan bongkahan sambil
meratakan tanah sampai siap tanam, Apabila kondisi lahan berlereng sampai bergelombang,
setelah pengolahan tanah pertama lakukan pembuatan teras gulud atau perbaikan
teras yang rusak (konservasi lahan. Sedangkan jika pengolahan tanah pada jenis padi biasa tidak perlu
menggunakan guludan, sebab tanah dilumpurkan.
Pada guludan atau bibir teras usahakan menanam tanaman
penguat teras berupa rumput unggul dan dapat dikombinasikan dengan tanaman
legume pohon, sehingga secara periodik dapat dipangkas untuk pakan ternak. Pada
lahan yang terbuka dan relatif datar perlu dibuat bedengan memanjang, dengan
lebar bedengan sekitar 5 meter. Antara bedengan di buat saluran sedalam 20 cm
yang berfungsi sebagai saluran drainase, Pembuatan drainase sangat diperlukan,
karena bila terjadi hujan terus menerus pada beberapa akan terjadi genangan
yang menyebabkan kelembaban tanah yang tinggi yang dapat merangsang munculnya
jamur upas yang dapat menyerang padi gogo.
Penanaman
Di lahan kering, kegiatan tanam baru dapat dilakukan
bila curah hujan sudah cukup stabil atau curah hujan mencapai 60 mm /dekade (10
hari), biasanya dicapai pada akhir bulan Oktober sampai akhir Nopember, Penanaman
benih padi gogo menggunakan alat bantu tugal, Benih ditanam dengan kedalaman
sekitar 5 cm (cukup dalam untuk menghindari dari gangguan semut, dll), kemudian
ditutup dengan tanah, Dianjurkan untuk menanam lebih dari 3 (tiga) varietas padi
gogo dan setiap varietas ditanam pada bedengan yang berbeda (Sistem
mozaik). Penanaman dengan sistem mozaikakan mengurangi terjadinya
ledakan penyakit blas. Penanaman sebaiknya menggunakan sistem tanam jajar
legowo (2:1 atau 4:1) dengan jarak tanam 30 x 20 x 10 cm, Untuk membuat
larikan sistem legowo dapat dibantu dengan alat semacam caplak untuk padi sawah
yang mempunyai 4 titik/mata berjarak 20 cm dan 30 cm, ditambah 2 titik paku
berjarak 6-7 cm, dengan ketinggian tersebut pada saat operasional, alat akan membentuk
4 larikan dengan kedalaman 4-5 cm dan 2 garis paling pinggir sebagai panduan
untuk operasional alat selanjutnya, Bila keadaan lahan tidak datar atau
berlereng, sebaiknya pengaturan barisan tanaman harus memotong lerang, agar
bila terjadi hujan yang relative tinggi dapat mengurangi terjadinya aliran permukaan
yang menyebabkan erosi, Setelah terbentuk larikan dengan jarak tanam legowo,
benih ditanam sebanyak 4-5 butir/lubang, kemudian ditutup dengan tanah
Pemupukan
Pemberian pupuk disesuaikan dengan kebutuhan tanaman
dan ketersediaan hara dalam tanah. Waktu pemupukan menunggu sampai kondisi
lahan dalam keadaan lembab. Bila dilakukan dalam kondisi kering, maka kadar air
tanah dan yang ada di jaringan tanaman juga akan terserap oleh pupuk yang diberikan.
Bila hal itu terjadi dan berlangsung lama akan terjasi plasmolisis dan
tanaman akan layu bahkan dapat mematikan tanaman. Kebutuhan N tanaman dapat
diketahui dengan cara mengukur tingkat kehijauan warna daun padi dengan
menggunakan bagan warna daun (BWD). Secara umum pupuk yang diperlukan untuk
padi
gogo
adalah : 90 kg N/ha (200 kg Urea/ha), 36 kg P2O5/ha (100 kg SP36/ha), 60 kg
K2)/ha (100 kg KCl/ha), Waktu pemupukan adalah; 10-15 hst dengan jenis
dan
takaran pupuk yang diberikan adalah 50 kg Urea, 100 kg SP 36, dan 100 kg
KCl/ha, Pupuk urea susulan diberikan sesuai BWD.
Pemeliharaan
Untuk mengurangi kerugian akibat dari gangguan hama
dan penyakit, perlu dilakukan strategi pengendalian yang terencana, dengan
menerapkan konsep pengendalian hama secara terpadu (PHT), Monitoring secara
terjadwal harus dilakukan agar keberadaan hama dan penyakit bisa diketahu sejak
awal, Untuk mengurangi penyakit blas (penyakit utama pada padi gogo) gunakan
varietas tahan penyakit, Pengendalian gulma pada pertanaman padi gogo sebaiknya
dilakukan lebih awal, yaitu pada umur 10- 15 hari setelah tanaman tumbuh atau
menjelang pemupukan pertama. Penyiangan kedua dilakaukan pada umur 30-45 hari
atau menjelang pemupukan susulan pertama, Penyiangan dapat dilakukan dengan
menggunakan kored. Sebaiknya ada atau tidak ada gulma tanah tetap dikored, agar
sedikit dapat memotong akar.
4.2.4 Pengelolaan SRI
SRI adalah teknik budidaya padi yang mampu meningkatkan
produktifitas padi dengan cara mengubah pengelolaan tanaman, tanah, air dan
unsur hara, terbukti telah berhasil meningkatkan produktifitas padi sebesar 50%
, bahkan di beberapa tempat mencapai lebih dari 100%. Metode ini pertama kali
ditemukan secara tidak disengaja di Madagaskar antara tahun 1983 -84 oleh Fr.
Henri de Laulanie, SJ, seorang Pastor Jesuit asal Prancis yang lebih dari 30
tahun hidup bersama petani-petani di sana. Oleh penemunya, metododologi ini
selanjutnya dalam bahasa Prancis dinamakan Ie Systme de Riziculture Intensive
disingkat SRI. Dalam bahasa Inggris populer dengan nama System of Rice
Intensification disingkat SRI. Hasil metode SRI sangat memuaskan. Di
Madagaskar, pada beberapa tanah tak subur yang produksi normalnya 2 ton/ha,
petani yang
menggunakan SRI memperoleh hasil panen lebih dari 8
ton/ha, beberapa petani memperoleh 10 – 15 ton/ha, bahkan ada yang mencapai 20
ton/h.
Pengolahan Tanah
Sebagai persiapan, lahan diolah seperti kebiasaan
kita dalam mengolah tanah sebelum tanam, dengan urutan sebagai berikut.
Mula-mula tanah dibajak menggunakan traktor atau tenaga sapi. Selanjutnya tanah
digaru sambil disebari pupuk organik. Terakhir, tanah diratakan. Mengolah
dengan traktor Meratakan dengan cangkul Pada saat menggaru dan meratakan tanah,
usahakan agar air tidak mengalir di dalam sawah supaya unsur hara yang ada di
tanah tidak hanyut. Setelah tanah diratakan, dibuat parit di bagian pinggir dan
tengah tiap petakan sawah untuk memudahkan pengaturan air.
Menyiapkan
Benih
Ini merupakan awal dari rangkaian kegiatan membuat
persemaian. Petama-tama kita siapkan benih yang akan dipakai. Kebutuhan benih
untuk tanaman padi model SRI adalah 5—7 kg per hektar lahan. Kemudian benih
tadi harus diseleksi sebelum disemai.
Membuat
Persemaian
Persemaian untuk SRI dapat dilakukan dengan dua cara
yaitu persemaian kering dan persemaian basah. Persemaian basah adalah
persemaian yang langsung dilakukan di lahan pertanian, seperti pada sistem
konvensional. Sementara persemaian kering yaitu persemaian yang menggunakan
wadah berupa kotak/besek/wonca/pipiti. Penggunaan wadah ini dimaksudkan untuk
memudahkan pengangkutan dan penyeleksian benih. Untuk lahan seluas satu hektar
dibutuhkan wadah persemaian ukuran 20 cm x 20 cm, sebanyak 400—500 buah.
Kotak/besek/wonca/pipiti bisa juga diganti dengan wadah lain seperti pelepah
pisang atau belahan buluh bambu. Benih ditabur Benih dalam Umur benih 7 hari
Benih muda siap di atas besek persemaian tebar
Tahapan
membuat persemaian adalah sebagai berikut.
1.
Siapkan media persemaian dengan cara mencampur tanah dengan pupuk
organik/pupuk
kandang/ bokhasi dengan perbandingan 1:1.
2.
Sebelum wadah diisi dengan media, lapisi dulu bagian dalamnya dengan daun
pisang
yang sudah dilemaskan dengan cara dijemur atau dipanaskan di atas api.
3.
Masukkan media ke dalam wadah hingga 3/4 penuh. Selanjutnya media ini
disiram
dengan air supaya lembab.
4.
Tebarkan benih ke dalam wadah. Jumlah benih per wadah antara 300—350 biji.
5.
Taburkan arang sekam di atas benih sampai rata melapisi/menutupi benih.
6.
Selanjutnya simpan wadah-wadah ini di tempat yang teduh. Pada hari pertama
dan
hari kedua, sebaiknya wadah-wadah ini ditutupi agar tidak kepanasan.
7.
Jika disimpan di pekarangan, jangan lupa untuk meletakkan wadah-wadah ini di
tempat
yang aman dari gangguan ternak seperti ayam.
8.
Penyiraman bisa dilakukan setiap hari agar media tetap lembab dan bibit
tanaman
tetap segar.
Penanaman
Bibit siap dipindahkan ke lahan setelah mencapai
umur 7—10 hari setelah semai. Inilah yang membedakan dengan bibit lain, dimana
hanya memerlukan 7-10 hr bibit sudah dapat dipindah. Kondisi air pada saat
tanam adalah “macak-macak” (Jawa-Red.). Arti dari “macakmacak” adalah
kondisi tanah yang basah tetapi bukan tergenang. Pada metode SRI digunakan
sistem tanam tunggal. Artinya, satu lubang tanam diisi satu bibit padi. Selain
itu, bibit ditanam dangkal, yaitu pada kedalaman 2—3 cm dengan bentuk perakaran
horizontal (seperti huruf L). Mengapa hanya menggunakan satu benih untuk satu
lubang? Dasar pemikirannya adalah, jika beberapa benih ditanam bersamaan dalam
satu lubang maka akan muncul persaingan antar tanaman dalam memperebutkan
nutrisi, oksigen, dan sinar matahari.
Karena itu, dengan sistem penanaman tunggal
diharapkan bahwa tiap tanaman bias menyerap nutrisi, oksigen, dan sinar
matahari secara lebih optimal. Jarak tanam yang digunakan dalam metode SRI
adalah jarak tanam lebar, misalnya 25 cm x 25 cm atau 30 cm x 30 cm. Semakin
lebar jarak tanam, semakin meningkat jumlah anakan produktif yang dihasilkan
oleh tanaman padi. Penyebabnya, sinar
matahari bias mengenai seluruh bagian tanaman dengan lebih baik sehingga proses
fotosintesis dan pertumbuhan tanaman terjadi dengan lebih optimal. Jarak tanam
yang lebar ini juga memungkinkan tanaman untuk menyerap nutrisi, oksigen dan
sinar matahari secara maksimal.
Pengelolaan
Air dan Penyiangan
Dalam metode SRI, padi ditanam pada kondisi tanah
yang tidak tergenang. Tujuannya, agar oksigen yang dapat dimanfaatkan oleh akar
tersedia lebih banyak di dalam tanah. Selain itu, dalam kondisi tidak
tergenang, akar bias tumbuh lebih subur dan besar sehingga tanaman dapat
menyerap nutrisi sebanyakbanyaknya. Proses pengelolaan air dan penyiangan dalam
metode SRI dilakukan sebagai berikut.
1.
Ketika padi mencapai umur 1—8 hari sesudah tanam (HST), keadaan air di
lahanadalah “macak-macak”.
2.
Sesudah padi mencapai umur 9—10 HST air kembali digenangkan dengan
ketinggian
2—3 cm selama 1 malam saja. Ini dilakukan untuk memudahkan
penyiangan
tahap pertama.
3.
Setelah selesai disiangi, sawah kembali dikeringkan sampai padi mencapai umur 18
HST.
4.
Pada umur 19—20 HST sawah kembali digenangi untuk memudahkan
penyiangan
tahap kedua.
5.
Selanjutnya setelah padi berbunga, sawah diairi kembali setinggi 1—2 cm dan
kondisi
ini dipertahankan sampai padi “masak susu” (± 15—20 hari sebelum
panen).
6.
Kemudian sawah kembali dikeringkan sampai saat panen tiba.
KESIMPULAN
Berdasarkan
hasil data dan literature yang telah didapatkan pada saat praktikum, maka dapat
disimpulkan bahwa :
1. Terdapat
perbedaan system pengelolaan yang cukup signifikan antara buidaya di tingkat
petani, pada padi gogo, padi hibrida, serta SRI.
2. Perbedaan
paling nyata adalah pada pengelolan padi gogo, dimana pengelolaan dilakukan
pada lahan kering.
3. Menggunakan
padi hibrida lebih banyak anakan ndari pada jika menggunakan benih lainnya.
4. Pada
pengelolaan SRI benih dapat dipindahkan ke lahan antara 7-10 HST, berbeda nyata
dengan yang lain. Bibit dapat dipindah setelah 12-14 HST.
5. Secara
umun pengelolaan tanah dan air di tingkat petani telah berdasarkan prosedur,
hanya saja perlu beberapa pembenahan melalui penyuluhan.
6. Pengelolaan
tanah dan air di tingkat perusahaan dan institusi lebih terorganisir, sebab
telah melalui beberapa penelitian.
7. Pengelolaan
tanah dan air di tingkat perusahaan dan institusi lebih ekonomis, minim dalam
memngunakan sumber daya, serta berimplementasi dan berorientasi lingkungan.
DAFTAR PUSTAKA
BPTP. 2009. Pengelolaan
Sumber Daya Terpadu (PTT) Padi Gogo. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian.
Jawa Barat.
BPTP.
2008. Petunjuk Teknis Budidaya
Padi Hibrida. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian
Gorontalo. Gorontalo.
De Gee, J. C. 1950. Preliminary oxidation potential determination in a "sawah"
profile near Bogor (Java). Contr. Gen. Agr. Res. Sta. Bogor. No. 106.
Hardjowigeno,
S. 1993. Tanah Sawah. Progaram Pasca
Sarjana, Institut Pertanian Bogor. 155 hml. Bogor.
Husin
M Toha. 2002. Produksi Padi Gogo Sebagai
Tanaman Tumpangsari Hutan Jati Muda. http://ntb.litbang.deptan.go.id
Keerrsbilck,
N.C. and S. Soepraapto. 1985. Physical
Measurement In Lowland Soil Techniques and Standarization. P. 99-111. In
IRRI (1985). Soil physics and Rice. International Rice Research Institute. Los
banos, Laguna, Philippines.
Notohadiprawiryo,
1992. Ceramah Ilmiah Sehari bertema
Pencetakan Lahan Sawah Sebagai Salah Satu Alternatif Kebijaksanaan Dalam
Pengembangna Tata Guna Lahan. Himpunan Mahasiswa Ilmu Tanah, Senat Mahasiswa
Fakultas Pertanian UPN. Yogyakarta.
Sharma, P.K. and S.K. De Data.
1985. Effects of Puddling on Soil
Physical
Properties and Processes. p. 217-234. In IRRI
(1985). Soil Physics and
Rice.
International Rice Research Institute. Los Banos, Laguna, Philippines.
Sys,
C. 1985. Evaluation Of the Physical
Environtment for Rice Cultivation. P. 31-44. In IRRI (1985). Soil physics
and Rice. International Rice Research Institute. Los banos, Laguna,
Philippines.
Uphoff, Norman, “SRI - The System Of
Rice Intensification: An Opportunity For Raising Productivity In The 21st
Century”, Cornell International Institute for Food, Agriculture and
Development, Paper for the International Year of Rice Conference, FAO, Rome,
February 12-13, 2004.
cara mengikuti blog piye?
ReplyDeletesek bntar y, tak Post dlu Lencana pengikutnya Broo!!
ReplyDeleteSilahkan masuk di Gadget "Follow This site"
ReplyDelete