Friday, October 19, 2012

PENGELOLAAN TANAH DAN AIR UNTUK TANAMAN



LAPORAN PRAKTIKUM

PENGELOLAAN TANAH DAN AIR UNTUK TANAMAN PADI
DALAM SISTEM PERTANIAN BERKELANJUTAN





Oleh :
1.      Andika Septa S.B.H.             081510501139
2.      Oki Yulianto Saputra           081510501181






PROGRAM STUDI AGROTEKNOLOGI
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS JEMBER
2011



  1. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang
Sawah merupakan suatu sistem budaya tanaman yang khas dilihat dari sudut kekhususan pertanaman yaitu padi, baik itu dalam penyiapan tanah, pengelolaan air, dan dampaknya terhadap lingkungan. Maka sawah perlu diperhatikan secara khusus dalam pola pengelolaan lahannya. Menurut Hardjowigeno (1993), tanah sawah atau “paddy soil” adalah tanah dengan horizon permukaan berwarna pucat karena reduksi Fe dan Mn akibat penggenangan air sawah, dan senyawa tersebut pindah serta mengendap di permukaan gumpalan struktur tanah dan lubang-lubang akar.
Maka, jika kita berbicara tentang tanah sawah pokok pembicaraannya tentu produksi padi dan beras dengan mengupayanakan system pengelolaan yang berkelanjutan. Penyiapan tanah sawah meyebabkan  perubahan sifat-sifat fisik, kimia, biologi, serta morfologi tanahnya. Keadaan tanah alami berubah menjadi keadaan tanah buatan dan menyimpang dari keadaan yang dikehendaki oleh pertanaman yang lain dalam bentuk pelumpuran tanah.
Pengolahan tanah dengan cara pelumpuran menghancurkan agregat tanah. Pada kondisi tergenang agregat tanah akan terdispersi dan penghancuran agregat akan semakin intensif pada saat tanah dibajak, digaru dan dilumpurkan. Jika tanah dilumpurkan, tiap lapisan pada zona pelumpuran memiliki karakteristik yang berbeda dengan lapisan yang lainnya. Hasil penelitian Saito dan Kawaguchi (1971) dalam Sharma dan De Datta (1985) menunjukkan bahwa pada lapisan tanah permukaan 0-15 cm pada zona pelumpuran tersusun oleh tanah dengan tekstur yang halus, lapisan tengah dengan tekstur yang agak kasar dan lapisan bawah dari zona tersebut sangat masif tanpa ada perbedaan tekstur.
Sawah adalah budidaya tanaman yang paling banyak menggunakan air. Air diperlukan banyak untuk melumpurkan tanah, untuk menggenangi petak pertanaman, dan untuk dapat dialirkan dari petak satu ke petak yang lain. Ini berarti sawah membrikan beban paling berat kepada sumberdaya air. Oleh karena tanah sawah bersuasana reduktif (anaerob).
Oleh karena itu pengelolaan tanah dan air perlu diperhatikan dengan melakukan pengolahan tanah serta penggunaan teknologi system pengairan yang sesuai dengan kebutuhan, dalam artian penggunaan air dengan bijak. Pada praktikum ini dimaksudkan untuk mengetahui teknologi pengelolaan tanah dan air di tingkat petani serta dengan melakukan perbandingan antara system pengelolaan tingkat petani, pengelolaan tanah sawah untuk padi gogo, padi hibrida, serta pengelolaan tanah sawah system SRI. Maka dapat diketahui teknologi-teknologi pengelolaan pada masing-masing system tanam serta jenis tanaman padi yang diusahakan.

1.2 Tujuan
            Mengetahui dan membandingkan sistem pengelolaan air dan tanah sawah di tingkat petani, system pengelolaan untuk padi gogo, padi hibrida, serta SRI.



II. TINJAUAN PUSTAKA

Sawah merupakan suatu sistem budaya tanaman yang khas, yakni untuk pertanaman padi. Penyiapan tanah sawah meyebabkan sifat-sifat fisik, kimia, biologi dan morfologi tanah berupa nyata. Sawah adalah budidaya tanaman yang paling banyak menggunakan air. Air diperlukan banyak untuk melumpurkan tanah, untuk menggenangi petak pertanaman, dan untuk dapat dialirkan dari petak satu ke petak yang lain. Ini berarti sawah membrikan beban paling berat kepada sumberdaya air, oleh karena tanah sawah bersuasana reduktif (Notohadiprawiryo, 1992).
Sifat fisik tanah sangat menentukan kesesuaian suatu lahan dijadikan lahan sawah. Identifikasi dan karakterisasi sifat fisik tanah mineral memberikan informasi untuk penilaian kesesuaian lahan (Sys, 1985) terutama dalam hubungannya dengan efisiensi penggunaan air. Jika lahan akan disawahkan, sifat fisik tanah yang sangat penting untuk dinilai adalah tekstur, struktur, drainase, permeabilitas (Keersebilck and Soeprapto, 1985) dan tinggi muka air tanah (Sys, 1985). Sifat-sifat tersebut berhubungan erat dengan pelumpuran (puddling) dan efisiensi penggunaan air irigasi. Pengaruh pelumpuran terhadap sifat fisik tanah menjadi sangat spesifik pada lahan sawah dan sekaligus memberikan indikasi perbedaan perubahan sifat fisik tanah antara tanah yang disawahkan dengan tanah yang tidak disawahkan.
Penyiapan lahan merupakan tempat yang baik untuk tanaman, sehingga pengolahan tanah sangat menentukan keberlanjutan pertumbuhan tanaman padi hibrida. Pengolahan tanah sebaiknya dilakukan dua kali agar diperoleh pelumpuran tanah yang baik. Adapun tahapan pengolahan tanah antara lain :
1. Pengolahan tanah dengan bajak singkal (kedalaman 10 cm – 20 cm),     
    sebelumnya tanah digenangi air selama 1 minggu untuk melunakkan tanah.
2. Setelah tanah diolah, tanah dibiarkan selama 1 minggu dan digenangi air.
3. Tanah diolah kembali dengan bajak rotary sampai melumpur dilanjutkan            
    dengan perataan tanah sampai siap tanam (BPTP. 2008).

SRI adalah teknik budidaya padi yang mampu meningkatkan produktifitas padi dengan cara mengubah pengelolaan tanaman, tanah, air dan unsur hara, terbukti telah berhasil meningkatkan produktifitas padi sebesar 50% , bahkan di beberapa tempat mencapai lebih dari 100%. SRI bukan merupakan varietas padi baru ataupun padi hibrida, namun merupakan suatu metoda atau cara penanaman padi dan perawatannya, merupakan kependekan dari System of Rice Intensification atau le Systéme de Riziculture Intensive. Pola tanam padi SRI telah menunjukkan hasil yang menjanjikan pada semua varietas padi baik varietas lokal
maupun varietas unggul baru di berbagai Negara (Norman, 2004).
            Salah satu pengusahaan tanaman padi di tanah kering adalah dengan cara gogo. Padi gogo adalah padi yang diusahakan di tanah tegalan kering dan dapat diusahakan secara tumpangsari dengan palawija dan tanaman lain misalnya jati (Tictona grandis LF) pada stadia muda (Husin, 2002). Syarat tumbuh untuk pertanaman padi gogo adalah curah sebanyak 600 - 1.200 mm selama fase pertumbuhannya, uhu optimum untuk pertumbuhan antara 15 - 30o C, jenis tanah yang baik adalah Latosol, Grumusol, dan Aluvial.
            Keunggulan Padi Hibrida antara lain : 1) hasil yang lebih tinggi daripada hasil padi unggul inhibrida; 2) vigor lebih baik sehingga lebih kompetitif terhadap gulma; 3) keunggulan dari aspek fisiologi, seperti aktivitas perakaran yang lebih luas, area fotosintesis yang lebih luas, intensitas respirasi yang lebih rendah dan translokasi asimilat yang lebih tinggi; 4) keunggulan pada beberapa karakteristik morfologi seperti sistem perakaran yang lebih kuat, anakan lebih banyak, jumlah gabah per malai lebih banyak, dan bobot 1000 butir gabah isi yang lebih tinggi.
Kelemahan Padi Hibrida antara lain : 1) harga benih yang mahal; 2) petani harus membeli benih yang baru setiap tanam, karena benih hasil sebelumnya tidak dapat dipakai untuk pertanaman berikutnya ; 3) tidak setiap galur atau varietas dapat dijadikan sebagai tetua padi hibrida. Untuk tetua jantannya hanya terbatas pada galur atau varietas yang mempunyai gen Rf atau yang termasuk restorer saja; 4) produksi benih rumit; 5) memerlukan areal pertanaman dengan syarat tumbuh tertentu (BPTP, 2008).


III.   METODOLOGI

2.1 Waktu dan Tempat
            Praktikum ini dilaksanakan pada 5 dan 11 Maret 2011 pukul 08.00-selesai. Bertempat di Desa Muktisari dan Laboratorium Klimatologi Jurusan Tanah Fakultas Pertanian Universitas Jember.

2.2  Alat dan Bahan
2.2.1   Alat
1.      Peralatan tulis
2.      Kemera digital
3.      Papan jalan
4.      Laptop
5.      Viewer
6.      Sound

2.2.2 Bahan
1. Kuesioner
2. Video tutorial

2.3  Cara Kerja
2.3.1 Acara 1
1.      Menyiapkan Kuesioner dan alat tulis yang akan dijadikan sebagai bahan wawancara.
2.      Mewawancarai petani dengan pertanyaan yang telah dipersiapkan.
3.      Mencatat hal-hal yang penting berkaitan dengan pengelolaan tanah dan air untuk tanaman padi.

2.3.2 Acara 2
1.  Menyiapkan alat tulis dan peralatan visual.
2.  Meresume hal-hal yang penting berkenaan dengan pengelolaan tanah sawah.


IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.2 Pembahasan
4.2.1 Sistem Budidaya Tingkat Petani
            Praktikum ‘Pengelolaan Tanah dan Air dalam Sistem Pertanian Berkelanjutan’ didasarkan pada informasi pengelolaan tanah dan air di tingkat petani, serta membandingkannya dengan sistem-sistem pengelolaan lain, misalnya pengelolaan pada padi gogo, padi hibrida, serta pengelolaan tanah dan air system SRI.  Informasi tersebut didapatkan dari petani responden, yakni bapak Suraji yang berdomisili di desa Muktisari. Desa muktisari terletak d kabupaten jember, dimana topografi relative datar dengan elevasi yang tidak terlalu curam. Sehingga sangat cocok jika tanah dijadikan sebagai lahan pertanian.
Penyiapan Lahan
            Lahan yang digarap pak Suradji sebelumnya pernah ditanam tanaman jagung. Hal tersebut menandakan bahwa pengetahuan tentang teknik rotasi tanaman telah di terapkan. Kebanyakan dari petani juga mendapatkan penyuluhan dari para penyuluh pertanian, sehingga pengetahuan tentang perlunya rotasi tanaman dalam menyeimbangkan ketersediaan hara di dalam tanah telah diketahui. Dari segi pengolahan tanahnya, sebelum dilakukan pembajakan dan disusul dengan pelumpuran dengan bajak rotary. Namun untuk prosedur yang benar setelah di bajak didiamkan 1 minggu sehingga member ruang tanah bernafas hingga terjadi reksi reduksi. Menurut De Gee, J. C. (1950) Pengolahan tanah dilakukan 2 kali, Pengolahan pertama dilakukan dengan mengggunakan luku atau rotari jika tanah yang diolah merupakan lahan yang sudah pernah dilakukan pengolahan pada musim tanam sebelumnya. Setelah diolah, dibiarkan selama + 1 minggu. Kemudian dilanjutkan dengan pengolahan kedua sampai terjadi pelumpuran sempurna.  
            Kalu dilihat dari cara pengolahan tanahnnya, bapak suraji sudah benar dengan melakukan pengolahan 2 kali, namun saat sebelum pelumpuran tanah tidak dibiarkan terlebih dahulu selama kira-kira 1 minggu, melainkan sehari selang pembajakan langsung dilumpurkan. Selanjutya menyiapkan lahan untuk pembibitan, disana lahan pembibitan memiliki panjang 15 m dan lebar 2 m, yang masing-masing terdapat beberapa laha pembibitan.
Teknis Penanaman
            Setelah masa pengolahan tanah selesai, maka mulai dilakuakn penanaman benih pada arel pembibitan, baru sekitar 2 minggu bibit siap dipindahkan ke lahan. Jarak tanam yang ditetapkan oleh pak Suraji adalah 20x20, dimana dalam setiap lubang tanam terdapat 2-3 bibit padi. Di daerah Muktisari sendiri tergolong daerah yang kaya akan air, sehingga para petani disana tidak terlalu bingung dengan pasokan air sebab air akan selalu tersedia untuk lahannya. Pengairan sendiri dialkukang bergiliran antara lahan petani yang satu dengan yang lain. Biasanya pengairan(penggenangan lahan) dilakukan 3 hari sekali, sebab dalam 3 hari biasanya lahan telah kering kembali.
Penyiangan
            Untuk penyiangan dilakukan setelah ada tanda-tanda kemunculan gulma biasanya setelah 2 minggu setelah tanam, masuk fase generative, dan 2 minggu sbelum panen, dimana tanaman padi telah memasuki fase vegetative secara utuh. Pada saat itu nutrisi yang diperoleh tanaman padi akan terhambat akibat persaingan dengan gulma. Sedangakn pada fase generative bulir padi yang dihasilkan dapat kurang maksimal, maka perlu adanya penyiangan. Begitu pula saat sebelum panen dilakukan.
Pemupukan
            Pemupukan dilakuakn sebelum tanam dilakukan, Pak Suparji memberikan pupuk TSP pada sebesar 2 Kw/Ha. Selanjutnya sebelum tanam diberi pupuk berimbang, yakni Ponska dan UREA masing-masing 2 Kw/Ha. Pemberian pupuk berimbang ini dimaksudkan agar tanaman padi tumbuh optimal,  dimana pada fase vegetative ini tanaman padi sangat membutuhkan suplai nutrisi yang cukup agar tanaman dapat tumbuh dengan baik. Selnjutjutnya pada umur 25 hari menggunakan ZA dan Ponska, masing-masing 1 Kw/Ha.
Biaya Pengeluaran
            Menurut pak Suraji total biaya pengeluaran budidaya padi di lahan ½ Ha sawahnya adalahberkisar antara 2,5 hingga 3 jt. Hal tersebut meliputi pengolahan tanah, penanaman, pemupukan, hingga sampai masa panen, dan biaya unuk tenaga kerja. Sedangakn hasilnya berkisar 6-7 jt.

4.2.2 Padi Hibrida
            Sebenarnya pengolahan tanah sawah untuk padi hibrida sama dengan jenis varietas lainnya, namun terdapat beberapa hal yang berbeda. Penjelasan proses budidayanya adalah sebagai berikut :
Tahapan Pengelolaan Pembibitan
a.      Persiapan persemaian
            Tahapan-tahapan ini meliputi peyediaan benih, persiapan persemaian, pemeliharaan penyemaian, pindah tanam serta pemeliharaan bibit. Untuk 1 Ha lahan dibutuhkan benih padi hibrida bernas sebanyak 15 Kg. untuk penglahan tanahnnya diolah dengan menggunakan bajak rotary setelah pembajakan pertama dengan bajak singkal. Selanjutnya setelah pelumpuran diberi pupuk dasar dengan menggunakan pupuk NPK, UREA, dan KCl. Pada hakikatnya sama dengan pula pemupukan yang dilakukan oleh pak Suraji diatas, namun pak Suraji hanya menggunakan pupuk TSP saja untuk pupuk dasar. Setelah dilakukan pemupukan dasar maka selanjutnya dilakukan pemerataan kembali lahan sawahnya, dan dibuat bedengan untuk benih dengan lebar 1,5 m, tinggi 10 cm, dan jarak antar bedeng 30 cm. untuk mengurangi dan mencegah gulma maka areal pembibitan diberi herbisida pra-tumbuh 3-4 sebelum semai.
b.      Pemeliharaan dan Penyemaian
Proses selanjutnya adalah penyemaian dan pemeliharaan, dalam proses ini benih dibagi sesuai dengan bedengan yang telah dibuat. Hal ini sangat berbeda dengan proses pembibitan pada pengelolaan tingkat petani yang dilakukan leh pas Suraji. Pada padi hibrida menggunakan bedengan dengan ukuran tertentu seperti diatas, sedangkan di tingkat petani hanya melakukan penebaran benih di lahan pembibitan tanpa bedengan. Untuk penebaran benih dengan cara dibenamkan pada padi hibrida, pembenaman benih tidak dianjurkan terlalu dalam, dikhwatirkan benih sulit untuk berkecambah. Pada padi hibrida pupuk persemaiaan diberikan 10 HST dengan UREA 5 Kg/100m2. Sedangkan pada tingkat petani yang dilakukan pak Suraji hanya dengan cara ditabur langsung benih yang telah disiapkan sebelumnya karena tidak menggunakan bedengan.
c.       Pindah Tanam
Sebelum pindah tanam pada lahan tanam, lahan tanamn diolah dengan bajak dan rotary hingga terjai plumpuran yang sempurna. Persiapan lahan dilakukan 1 minggu sebelum pindah tanam. Selanjutnya membuat parit untuk kluar msuknya air irigasi. Hal ini juga sama dengan yang dilakukan oleh petani pada umumnya. Lahan selanjutnya dipupuk denga menggunakan pupuk dasar UREA 100 Kg, SP-36 50 Kg, dan KCl 100 Kg/Ha yang diberikan 3 hari sebelum tanam. Kita dapat lihat terdapat perbedaan pemberian pupuk dasar. Pada tingkat petani tidak menggunakan pupuk dasar SP-36. Pupuk SP-36 digunakan pada pemupukan lanjutan. Selanjutnya lahan lahan tanam digaris, tujuannya agar bibit yang akan ditanam sesuai dengan jarak tanam dan garis yang telah ditentuka. Jarak tanam juga bervariasi bias 20x25 cm ; juga bias 25x25 cm. untuk padi hibrida dalam satu lubang tanam cukup 1-2 bibit karena padi hibrida memiliki anakan yang lebih banyak jika dibandingkan dengan padi biasa.
d.      Pemeliharaan Tanaman dan Pengairan
Pengairan berselang (intermitten) difokuskan pada musim kemarau, sedangkan pada musim hujan hanya dilakukan di daerah yang pengairannya dapat diatur. Cara pengairan berselang adalah: sewaktu tanam bibit, lahan dalam kondisi
macak-macak. Secara berangsur-angsur lahan diairi setinggi 2-5 cm hingga tanaman berumur 10 HST; Lahan tidak diairi sampai 5-6 hari atau sampai permukaan tanah retak-retak selama 2 hari kemudian diairi kembali setinggi 5-10
cm; Mulai fase keluar bunga sampai 10 hari sebelum panen, lahan terus digenangi
air setinggi 5 cm, selanjutnya lahan dikeringkan untuk mempercepat dan meratakan pemasakan gabah dan memudahkan panen.

4.2.3 Padi Gogo
Seperti kita ketahui padi gogo ditanam dilahan kering. Selain ditanam pada lahan sawah tanaman padi juga bisa dibudidayakan pada lahan kering atau sering kita sebut dengan budidaya padi gogo rancah. Pada sistem budidaya padi gogorancah seolah-olah kita anggap tanaman padi seperti tanaman palawija. Sehingga kebutuhan air dalam sistem ini sangatlah minim. Sistem budidaya padi gogo biasanya dilakukan pada tanah-tanah yang kering atau tanah tadah hujan. Kelebihan sistem tanam gogo rancah dibanding sistem sawah diantaranya adalah penghematan tenaga kerja tanam, penghematan tenaga kerja pemeliharaan dan tentunya lebih menghemat waktu. Adapun kekurangan cara tanam gogo rancah adalah produksi yang dihasilkan tidak sebesar dengan sistem tanah sawah.Upaya peningkatan luas panen, produktivitas dan produksi salah satunya dilakukan melalui penerapan teknologi dengan pendekatan Pengelolaan Tanaman dan Sumberdaya Terpadu (PTT) (BPTP, 2009).
Pengolahan Tanah
Pengolahan tanah sagatlah berbeda jika dibandingkan dengan pengolahan padi jenis yang lain, sebab padi gogo ditumbuhkan pada lahan kering. Pengolahan tanah dilakukan 2 kali, pengolahan tanah pertama dilakukan pada musim kemarau atau setelah turun hujan pertama, dan pengolahan kedua saat menjelang tanam, Pengolahan tanah dapat dilakukan dengan menggunakan cangkul, atau traktor atau ternak secara disingkal, Kemudian lahan dibiarkan atau dikelantang, Apabila sudah turun hujan terus menerus atau kontinyu yang memungkinkan untuk tanam, lahan diolah lagi untuk menghaluskan bongkahan sambil meratakan tanah sampai siap tanam, Apabila kondisi lahan berlereng sampai bergelombang, setelah pengolahan tanah pertama lakukan pembuatan teras gulud atau perbaikan teras yang rusak (konservasi lahan. Sedangkan jika pengolahan tanah pada jenis padi biasa tidak perlu menggunakan guludan, sebab tanah dilumpurkan.
Pada guludan atau bibir teras usahakan menanam tanaman penguat teras berupa rumput unggul dan dapat dikombinasikan dengan tanaman legume pohon, sehingga secara periodik dapat dipangkas untuk pakan ternak. Pada lahan yang terbuka dan relatif datar perlu dibuat bedengan memanjang, dengan lebar bedengan sekitar 5 meter. Antara bedengan di buat saluran sedalam 20 cm yang berfungsi sebagai saluran drainase, Pembuatan drainase sangat diperlukan, karena bila terjadi hujan terus menerus pada beberapa akan terjadi genangan yang menyebabkan kelembaban tanah yang tinggi yang dapat merangsang munculnya jamur upas yang dapat menyerang padi gogo.
Penanaman
Di lahan kering, kegiatan tanam baru dapat dilakukan bila curah hujan sudah cukup stabil atau curah hujan mencapai 60 mm /dekade (10 hari), biasanya dicapai pada akhir bulan Oktober sampai akhir Nopember, Penanaman benih padi gogo menggunakan alat bantu tugal, Benih ditanam dengan kedalaman sekitar 5 cm (cukup dalam untuk menghindari dari gangguan semut, dll), kemudian ditutup dengan tanah, Dianjurkan untuk menanam lebih dari 3 (tiga) varietas padi gogo dan setiap varietas ditanam pada bedengan yang berbeda (Sistem mozaik). Penanaman dengan sistem mozaikakan mengurangi terjadinya ledakan penyakit blas. Penanaman sebaiknya menggunakan sistem tanam jajar legowo (2:1 atau 4:1) dengan jarak tanam 30 x 20 x 10 cm, Untuk membuat larikan sistem legowo dapat dibantu dengan alat semacam caplak untuk padi sawah yang mempunyai 4 titik/mata berjarak 20 cm dan 30 cm, ditambah 2 titik paku berjarak 6-7 cm, dengan ketinggian tersebut pada saat operasional, alat akan membentuk 4 larikan dengan kedalaman 4-5 cm dan 2 garis paling pinggir sebagai panduan untuk operasional alat selanjutnya, Bila keadaan lahan tidak datar atau berlereng, sebaiknya pengaturan barisan tanaman harus memotong lerang, agar bila terjadi hujan yang relative tinggi dapat mengurangi terjadinya aliran permukaan yang menyebabkan erosi, Setelah terbentuk larikan dengan jarak tanam legowo, benih ditanam sebanyak 4-5 butir/lubang, kemudian ditutup dengan tanah
Pemupukan
Pemberian pupuk disesuaikan dengan kebutuhan tanaman dan ketersediaan hara dalam tanah. Waktu pemupukan menunggu sampai kondisi lahan dalam keadaan lembab. Bila dilakukan dalam kondisi kering, maka kadar air tanah dan yang ada di jaringan tanaman juga akan terserap oleh pupuk yang diberikan. Bila hal itu terjadi dan berlangsung lama akan terjasi plasmolisis dan tanaman akan layu bahkan dapat mematikan tanaman. Kebutuhan N tanaman dapat diketahui dengan cara mengukur tingkat kehijauan warna daun padi dengan menggunakan bagan warna daun (BWD). Secara umum pupuk yang diperlukan untuk padi
gogo adalah : 90 kg N/ha (200 kg Urea/ha), 36 kg P2O5/ha (100 kg SP36/ha), 60 kg K2)/ha (100 kg KCl/ha), Waktu pemupukan adalah; 10-15 hst dengan jenis
dan takaran pupuk yang diberikan adalah 50 kg Urea, 100 kg SP 36, dan 100 kg KCl/ha, Pupuk urea susulan diberikan sesuai BWD.
Pemeliharaan
Untuk mengurangi kerugian akibat dari gangguan hama dan penyakit, perlu dilakukan strategi pengendalian yang terencana, dengan menerapkan konsep pengendalian hama secara terpadu (PHT), Monitoring secara terjadwal harus dilakukan agar keberadaan hama dan penyakit bisa diketahu sejak awal, Untuk mengurangi penyakit blas (penyakit utama pada padi gogo) gunakan varietas tahan penyakit, Pengendalian gulma pada pertanaman padi gogo sebaiknya dilakukan lebih awal, yaitu pada umur 10- 15 hari setelah tanaman tumbuh atau menjelang pemupukan pertama. Penyiangan kedua dilakaukan pada umur 30-45 hari atau menjelang pemupukan susulan pertama, Penyiangan dapat dilakukan dengan menggunakan kored. Sebaiknya ada atau tidak ada gulma tanah tetap dikored, agar sedikit dapat memotong akar.

4.2.4 Pengelolaan SRI
            SRI adalah teknik budidaya padi yang mampu meningkatkan produktifitas padi dengan cara mengubah pengelolaan tanaman, tanah, air dan unsur hara, terbukti telah berhasil meningkatkan produktifitas padi sebesar 50% , bahkan di beberapa tempat mencapai lebih dari 100%. Metode ini pertama kali ditemukan secara tidak disengaja di Madagaskar antara tahun 1983 -84 oleh Fr. Henri de Laulanie, SJ, seorang Pastor Jesuit asal Prancis yang lebih dari 30 tahun hidup bersama petani-petani di sana. Oleh penemunya, metododologi ini selanjutnya dalam bahasa Prancis dinamakan Ie Systme de Riziculture Intensive disingkat SRI. Dalam bahasa Inggris populer dengan nama System of Rice Intensification disingkat SRI. Hasil metode SRI sangat memuaskan. Di Madagaskar, pada beberapa tanah tak subur yang produksi normalnya 2 ton/ha, petani yang
menggunakan SRI memperoleh hasil panen lebih dari 8 ton/ha, beberapa petani memperoleh 10 – 15 ton/ha, bahkan ada yang mencapai 20 ton/h.
Pengolahan Tanah
Sebagai persiapan, lahan diolah seperti kebiasaan kita dalam mengolah tanah sebelum tanam, dengan urutan sebagai berikut. Mula-mula tanah dibajak menggunakan traktor atau tenaga sapi. Selanjutnya tanah digaru sambil disebari pupuk organik. Terakhir, tanah diratakan. Mengolah dengan traktor Meratakan dengan cangkul Pada saat menggaru dan meratakan tanah, usahakan agar air tidak mengalir di dalam sawah supaya unsur hara yang ada di tanah tidak hanyut. Setelah tanah diratakan, dibuat parit di bagian pinggir dan tengah tiap petakan sawah untuk memudahkan pengaturan air.
Menyiapkan Benih
Ini merupakan awal dari rangkaian kegiatan membuat persemaian. Petama-tama kita siapkan benih yang akan dipakai. Kebutuhan benih untuk tanaman padi model SRI adalah 5—7 kg per hektar lahan. Kemudian benih tadi harus diseleksi sebelum disemai.
Membuat Persemaian
Persemaian untuk SRI dapat dilakukan dengan dua cara yaitu persemaian kering dan persemaian basah. Persemaian basah adalah persemaian yang langsung dilakukan di lahan pertanian, seperti pada sistem konvensional. Sementara persemaian kering yaitu persemaian yang menggunakan wadah berupa kotak/besek/wonca/pipiti. Penggunaan wadah ini dimaksudkan untuk memudahkan pengangkutan dan penyeleksian benih. Untuk lahan seluas satu hektar dibutuhkan wadah persemaian ukuran 20 cm x 20 cm, sebanyak 400—500 buah. Kotak/besek/wonca/pipiti bisa juga diganti dengan wadah lain seperti pelepah pisang atau belahan buluh bambu. Benih ditabur Benih dalam Umur benih 7 hari Benih muda siap di atas besek persemaian tebar
Tahapan membuat persemaian adalah sebagai berikut.
1. Siapkan media persemaian dengan cara mencampur tanah dengan pupuk
organik/pupuk kandang/ bokhasi dengan perbandingan 1:1.
2. Sebelum wadah diisi dengan media, lapisi dulu bagian dalamnya dengan daun
pisang yang sudah dilemaskan dengan cara dijemur atau dipanaskan di atas api.
3. Masukkan media ke dalam wadah hingga 3/4 penuh. Selanjutnya media ini
disiram dengan air supaya lembab.
4. Tebarkan benih ke dalam wadah. Jumlah benih per wadah antara 300—350 biji.
5. Taburkan arang sekam di atas benih sampai rata melapisi/menutupi benih.
6. Selanjutnya simpan wadah-wadah ini di tempat yang teduh. Pada hari pertama
dan hari kedua, sebaiknya wadah-wadah ini ditutupi agar tidak kepanasan.
7. Jika disimpan di pekarangan, jangan lupa untuk meletakkan wadah-wadah ini di
tempat yang aman dari gangguan ternak seperti ayam.
8. Penyiraman bisa dilakukan setiap hari agar media tetap lembab dan bibit
tanaman tetap segar.
Penanaman
Bibit siap dipindahkan ke lahan setelah mencapai umur 7—10 hari setelah semai. Inilah yang membedakan dengan bibit lain, dimana hanya memerlukan 7-10 hr bibit sudah dapat dipindah. Kondisi air pada saat tanam adalah “macak-macak” (Jawa-Red.). Arti dari “macakmacak” adalah kondisi tanah yang basah tetapi bukan tergenang. Pada metode SRI digunakan sistem tanam tunggal. Artinya, satu lubang tanam diisi satu bibit padi. Selain itu, bibit ditanam dangkal, yaitu pada kedalaman 2—3 cm dengan bentuk perakaran horizontal (seperti huruf L). Mengapa hanya menggunakan satu benih untuk satu lubang? Dasar pemikirannya adalah, jika beberapa benih ditanam bersamaan dalam satu lubang maka akan muncul persaingan antar tanaman dalam memperebutkan nutrisi, oksigen, dan sinar matahari.
Karena itu, dengan sistem penanaman tunggal diharapkan bahwa tiap tanaman bias menyerap nutrisi, oksigen, dan sinar matahari secara lebih optimal. Jarak tanam yang digunakan dalam metode SRI adalah jarak tanam lebar, misalnya 25 cm x 25 cm atau 30 cm x 30 cm. Semakin lebar jarak tanam, semakin meningkat jumlah anakan produktif yang dihasilkan oleh tanaman padi.  Penyebabnya, sinar matahari bias mengenai seluruh bagian tanaman dengan lebih baik sehingga proses fotosintesis dan pertumbuhan tanaman terjadi dengan lebih optimal. Jarak tanam yang lebar ini juga memungkinkan tanaman untuk menyerap nutrisi, oksigen dan sinar matahari secara maksimal.

Pengelolaan Air dan Penyiangan
Dalam metode SRI, padi ditanam pada kondisi tanah yang tidak tergenang. Tujuannya, agar oksigen yang dapat dimanfaatkan oleh akar tersedia lebih banyak di dalam tanah. Selain itu, dalam kondisi tidak tergenang, akar bias tumbuh lebih subur dan besar sehingga tanaman dapat menyerap nutrisi sebanyakbanyaknya. Proses pengelolaan air dan penyiangan dalam metode SRI dilakukan sebagai berikut.
1. Ketika padi mencapai umur 1—8 hari sesudah tanam (HST), keadaan air di lahanadalah “macak-macak”.
2. Sesudah padi mencapai umur 9—10 HST air kembali digenangkan dengan
ketinggian 2—3 cm selama 1 malam saja. Ini dilakukan untuk memudahkan
penyiangan tahap pertama.
3. Setelah selesai disiangi, sawah kembali dikeringkan sampai padi mencapai umur 18 HST.
4. Pada umur 19—20 HST sawah kembali digenangi untuk memudahkan
penyiangan tahap kedua.
5. Selanjutnya setelah padi berbunga, sawah diairi kembali setinggi 1—2 cm dan
kondisi ini dipertahankan sampai padi “masak susu” (± 15—20 hari sebelum
panen).
6. Kemudian sawah kembali dikeringkan sampai saat panen tiba.


KESIMPULAN

Berdasarkan hasil data dan literature yang telah didapatkan pada saat praktikum, maka dapat disimpulkan bahwa :
1.      Terdapat perbedaan system pengelolaan yang cukup signifikan antara buidaya di tingkat petani, pada padi gogo, padi hibrida, serta SRI.
2.      Perbedaan paling nyata adalah pada pengelolan padi gogo, dimana pengelolaan dilakukan pada lahan kering.
3.      Menggunakan padi hibrida lebih banyak anakan ndari pada jika menggunakan benih lainnya.
4.      Pada pengelolaan SRI benih dapat dipindahkan ke lahan antara 7-10 HST, berbeda nyata dengan yang lain. Bibit dapat dipindah setelah 12-14 HST.
5.      Secara umun pengelolaan tanah dan air di tingkat petani telah berdasarkan prosedur, hanya saja perlu beberapa pembenahan melalui penyuluhan.
6.      Pengelolaan tanah dan air di tingkat perusahaan dan institusi lebih terorganisir, sebab telah melalui beberapa penelitian.
7.      Pengelolaan tanah dan air di tingkat perusahaan dan institusi lebih ekonomis, minim dalam memngunakan sumber daya, serta berimplementasi dan berorientasi lingkungan.



DAFTAR PUSTAKA

BPTP. 2009. Pengelolaan Sumber Daya Terpadu (PTT) Padi Gogo. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian. Jawa Barat.

BPTP. 2008. Petunjuk Teknis Budidaya Padi Hibrida. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Gorontalo. Gorontalo.

De Gee, J. C. 1950. Preliminary oxidation potential determination in a "sawah" profile near Bogor (Java). Contr. Gen. Agr. Res. Sta. Bogor. No. 106.

Hardjowigeno, S. 1993. Tanah Sawah. Progaram Pasca Sarjana, Institut Pertanian Bogor. 155 hml. Bogor.

Husin M Toha. 2002. Produksi Padi Gogo Sebagai Tanaman Tumpangsari Hutan Jati Muda. http://ntb.litbang.deptan.go.id

Keerrsbilck, N.C. and S. Soepraapto. 1985. Physical Measurement In Lowland Soil Techniques and Standarization. P. 99-111. In IRRI (1985). Soil physics and Rice. International Rice Research Institute. Los banos, Laguna, Philippines.

Notohadiprawiryo, 1992. Ceramah Ilmiah Sehari bertema Pencetakan Lahan Sawah Sebagai Salah Satu Alternatif Kebijaksanaan Dalam Pengembangna Tata Guna Lahan. Himpunan Mahasiswa Ilmu Tanah, Senat Mahasiswa Fakultas Pertanian UPN. Yogyakarta.

Sharma, P.K. and S.K. De Data. 1985. Effects of Puddling on Soil Physical
Properties and Processes. p. 217-234. In IRRI (1985). Soil Physics and
Rice. International Rice Research Institute. Los Banos, Laguna, Philippines.

Sys, C. 1985. Evaluation Of the Physical Environtment for Rice Cultivation. P. 31-44. In IRRI (1985). Soil physics and Rice. International Rice Research Institute. Los banos, Laguna, Philippines.

Uphoff, Norman, “SRI - The System Of Rice Intensification: An Opportunity For Raising Productivity In The 21st Century”, Cornell International Institute for Food, Agriculture and Development, Paper for the International Year of Rice Conference, FAO, Rome, February 12-13, 2004.

3 comments: