Friday, October 19, 2012

Seleksi benih Tahan Kering Melalui Uji Cekaman


BAB 1. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
            Hampir setiap aktivitas manusia melibatkan penggunaan lahan dan karena jumlah dan aktivitas manusia bertambah dengan cepat maka lahan menjadi sumber yang langka. Pengelolaan penggunaan lahan mungkin dapat memberikan keuntungan, tetapi dapat juga memberikan kerugian yang besar baik dari segi ekonomi maupun perubahan lingkungan.
            Dunia pertanian saat ini mengalami masalah yang cukup berat yaitu permasalahan yang hampir di hadapi di seluruh dunia terutama. Masalah tersebut adalah semakin meningkatnya jumlah penduduk yang menyebabkan semakin banyaknya kebutuhan pangan yang di butuhkan manusia untuk bertahan hidup Namun, disisi lain lahan yang akan digunakan sebagai lahan untuk menanam pangan semakin sempit karena banyak yang digunakan sebagai lahan non pertanian seperti perumahan, perkantoran, dan lain-lain.
Dengan adanya permasalahan tersebut maka perlu adanya usaha untuk dapat memanfaatkan dan mengolah lahan-lahan yang belum terpakai seperti lahan marjinal. Salah satu lahan marjinal adalah lahan kering. Lahan kering adalah lahan yang kandungan airnya relatif sedikit atau kurang untuk dilakukan usaha budidaya. Kekurangan air akan mengganggu aktifitas fisiologis maupun morfologis pada tanaman sehingga mengakibatkan terganggunya pertumbuhan.
Lahan merupakan sumberdaya yang sangat penting dalam pemenuhan segala bentuk kebutuhan hidup yang diperlukan oleh manusia sehingga dalam pengelolaannya perlu pemikiran dan pertimbangan yang benar. Hal ini diperlukan agar nantinya tidak mempengaruhi produktivitas lahan tersebut. Penggunaan lahan yang tidak benar dan tidak memperhatikan kelestarian lingkungan dapat membahayakan kualitas lahan terutama pada lahan-lahan yang mempunyai keterbatasan baik keterbatasan fisik maupun kimia.  
Salah satu usaha yang dapat dilakukan untuk dapat memanfaatkan lahan-lahan marjinal yaitu dengan mengolah lahan tersebut sehingga dapat digunakan untuk menanam tanaman yang diinginkan. Selain itu, untuk meningkatkan produksi tanaman dapat menggunakan varietas tanaman yang tahan cekaman seperti tahan kekeringan. Maka dari itu perlu adanya usaha pengujian dan seleksi tanaman yang tahan terhadap cekaman sehingga dapat meningkatkan produksi tanaman. Pengujian dan seleksi benih yang tahan cekaman juga perlu keterampilan dan pengalaman dalam pengerjaannya sehingga hasilnya dapat memuaskan. 

1.2 Tujuan
Pelaksanaan praktikum dengan judul “Seleksi benih Tahan Kering Melalui Uji Cekaman” ini bertujuan melatih mahasiswa agar dapat melakukan uji ketahanan benih terhadap kekeringan dengan mengatur konsentrasi PEG pada air yang disiramkan.

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA
            Tumbuhan memerlukan kondisi biotik dan abiotik yang seimbang untuk dapat melakukan proses pertumbuhan dan perkembangan sehingga tanaman tersebut dapat berproduksi dengan baik. Namun, apabila terjadi ketidakseimbangan antara factor biotikdan abiotik maka tanaman akan mengalami cekaman. Menurut Salisbury dan Ross (1992) cekaman adalah segala perubahan kondisi lingkungan yang mengakibatkan tanggapan tumbuhan menjadi lebih rendah daripada tanggapan optimum. Kemudian menurut Salisbury dan Ross (1992) cekaman lingkungan berarti terdapat gaya penggerak untuk memindahkan energi atau bahkan ke dalam atau ke luar organism yang menyebabkan respon cekaman.
            Cekaman atau stress dapat dibagi dua yaitu cekaman biotik dan abiotik. Cekaman biotik berasal dari organisme yang terdapat di lingkungan tertentu seperti hama, penyakit, dan gulma. Sedangkan cekaman abiotik berasal dari kondisi lingkungan yang sifatnya buruk dan merugikan bagi kelangsungan hidup tanaman. Beberapa macam cekaman abiotik antara lain iklim, suhu, udara, salinitas/alkalinitas, keracunan Al dan Fe, kekeringan dan genangan air.
            Kekeringan merupakan salah faktor abiotik yang merugikan bagi pertumbuhan dan perkembangan tanaman. Kekeringan disebabkan oleh cekaman air pada tanaman. Air dapat membatasi pertumbuhan dan produktivitas tumbuhan hamper di segala tempat, baik karena periode kering tak terduga maupun curah hujan normal yang rendah sehingga diperlukan pengairan yang teratur. Pertumbuhan sel tampaknya merupakan respon paling peka terhadap cekaman air. Penurunan potensial air menyebabkan penurunan secara nyata pertumbuhan sel dan demikian juga pertumbuhan akar dan pucuk. Penghambatan pmbesara sel biasanya diikuti dengan nyata oleh penurunan sintesis dinding sel. Sintesis protein mungkin hamper sama pekanya terhadap cekaman air. Respon ini teramati hanya pada jaringan yang biasanya tumbuh cepat. Efk cekaman air terhadap sinesis protein tampaknya dikendalikan pada tingkat translasi, yaitu pada tingkat aktivitas ribosom. Banyak kajian menunjukan bahwa aktivitas enzim tertentu, khususnya nitrat reduktase menurun cukup tajam sewaktu cekaman air meningkat. Pada tingkat cekaman yang memberikan efek terhadap enzim asam absisat (ABA) mulai meningkat dengan tajam dalam jaringan daun dan dalam jaringan lain dengan kadar yang lebih rendah. Hal ini mengakibatkan ABA menghambat pertumbuhan pucuk, lebih menghemat air lagi, dan pertumbuhan akar terlihat meningkat yang juga akan meningkatkan pasokan air. ABA menurunkan pertumbuhan dan metabolisme sehingga menghemat sumber daya yang akan tersedia selama pertumbuhan jika cekaman hilang (Salisbury dan Ross, 1992).
            Untuk dapat memperoleh benih yang berkualitas, perlu diketahui faktor-faktor yang mempengaruhi mutu hasil benih antara lain faktor genetis dan factor agroekologi. Factor genetis antara lain kekerasan benih, warna benih, ukuran benih, posisi kotiledon, konduktivitas listrik dan bocoran benih, komposisi kimia, perkecambahan benih pada suhu rendah, cacat yang terlihat, dan kerusakan benih. Faktor agroekologi antara lain sumber benih kesuburan dan kelembapan tanah, deraan lingkungan cuaca, metode panen, penyakit dan waktu benih (Mugnisjah dan Setiawan, 1990).
            Selain itu, pengujian benih juga sangat penting. Terujinya benih berarti terhindarnya para petani dari berbagai kerugian yang dapat timbul dalam pelaksanaan usaha tani. Tujuan pengujian benih ialah untuk mengkaji dan menetapkan nilai setiap contoh benih, yang perlu diuji selaras dengan faktor kualitas benih (Rineka Cipta, 1992).
            Pengujian dan seleksi benih berujuan untuk memperoleh benih bermutu. Benih bermutu mempunyai pengertian bahwa benih tersebut varietasnya benar dan murni, mempunyai mutu genetis,mutu fisiologis, dan mutu fisik yang tertinggi sesuai dengan mutu standar pada kelasnya (Kuswanto, 1997).
            Salah varietas benih bermutu yang telah banyak beredar yaitu benih jagung. Jagung yang ditanam dilahan kering dapat berupa varietas unggul bersari bebas yang dapat dipilih anatara lain Arjuna, Bisma, Lagalilo, Kalingga, Wiyasa, Rama, dan wisanggeni. Sedangkan unuk varietas hibrida disarankan mengggunakan varietass semar-2, semar-3, CP-1, CP-2, Bisi -1, Bisi-2, pioneer-4, dan pioneer-5 (Adisarwanto, 1999).
Pada pengujian benih tahan kekeringan, agen reaksi yang biasanya digunakan untuk mendapatkan tanaman yang tahan kekeringan adalah Polyethylene Glycol (PEG). Polyethylene Glycol (PEG)  adalah salah satu senyawa yang digunakan dalam priming di mana PEG mempunyai sifat dalam mengontrol imbibisi dan hidrasi benih (Hardegree dan Emmerich dalam Buletin AgroBio, 2000). PEG juga digunakan dalam pengujian ketahanan benih terhadap kekeringan dengan memperhitungkan indek kekeringan (Bouslama dan Schapaugh dalam Buletin AgroBio , 2000). PEG merupakan senyawa iner dengan rantai polimer panjang telah digunakan secara meluas untuk penelitian (Steuter dalam Buletin AgroBio, 2000).


BAB 3. METODOLOGI
3.1  Waktu dan Tempat
Kegiatan praktikum Pembiakan Tanaman 2 dengan judul “Seleksi Benih Tahan Kering Melalui Uji Cekaman” dilaksanakan pada hari Rabu tanggal 28 Oktober 2009  di laboratorium teknologi benih jurusan Budidaya Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Jember.

3.2 Bahan dan Alat
3.2.1 Bahan
1.    Benih jagung 2 varietas lokal dan 1 varietas hibrida
2.    Air
3.    PEG 6000
4.    Substrat kertas merang
3.2.2 Alat
1.    Pinset
2.    Alat pengecambah

3.3 Cara Kerja
3.3.1 Prosedur Kerja
1.    Membuat larutan PEG 6000 dengan konsentrasi 0 g/L, 50 g/L, 100g/L.
2.    Merendam substrat kertas merang pada larutan dengan konsentrasi yang telah dibuat hingga semua bagian kertas basah merata.
3.    Menanam benih jagung lokal dan hibrida pada substrat tersebut dengan metode UKD­dp sebanyak 25 butir perulangan, dan mengulang sebanyak 3 kali.
3.3.2   Pengamatan
1.    Mengamati kecambah normal dan mati pada hari ke-3 dan ke-5.
2.    Menghitung kekuatan tumbuh benih berdasarkan presentase kecambah normal pada hari ke-3 dan ke-5.
3.    Mengamati pula bobot basah dan kering dari tajuk dan akar pada haro ke-5. Memperoleh bobot tajuk dan akar dengan cara meng-oven kecambah pada suhu 70 C selama 2 hari, kemudian menimbang bobot kering masing – masing bagian tanaman.
4.    Menganalisis hasil percobaan menggunakan rancangan acak lengkap (RAL) dengan membedakan 9 macam perlakuan (tiga macam varietas dengan tiga macam konsentrasi PEG 6000) dalam tiga ulangan.
5.    Membandingkan masing-masing kombinasi perlakuan dan memberikan kesimpulan.


BAB 4. HASIL KEGIATAN DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil Kegiatan
4.2 Pembahasan         
            Cekaman atau stress adalah suatu kondisi dimana terdapat perbedaan potensi antara di lingkungan dan di dalam organisme sehingga menyebabkan terdapat gaya penggerak untuk memindahkan energi ke dalam atau keluar organisme yang menyebabkan respon cekaman. Cekaman atau Stress dapat juga diartikan sebagai gangguan, hambatan atau percepatan proses metabolisme normal sehingga dipandang tidak menyenangkan atau suatu keadaan negatif.
Setiap tanaman memiliki cara tersendiri untuk menghadapi cekaman atau stress yang dihadapinya. Respon tanaman terhadap cekaman tersebut dilakukan agar tanaman tersebut dapat bertahan hidup. Respon atau bentuk ketahanan terhadap cekaman dapat dilihat secara mofologi, fisiologi, dan genetik. Sebagai contoh secara fisiologi, tanaman yang menghadapi cekaman kekeringan akan menggugurkan/merontokkan daunnya. Hal ini dilakukan untuk mengurangi penguapan. Sedangkan pada cekaman kelebihan air dapat menyebabkan kondisi oksigen berkurang dan karbon dioksida lebih tinggi menyebabkan respirasi tanaman terganggu. Air berlebih juga bisa menjadi media timbulnya banyak penyakit pengganggu pada tanaman. Secara fisiologi, kekurangan air berakibat pada tekanan dehidrasi langsung di dalam sel-sel yang mengarah pada tekanan-tekanan tidak langsung (seperti: hambatan metabolisme, perubahan dalam aktivasi enzim, dsb). Mekanisme adaptasi tanaman untuk mengatasi cekaman kekeringan adalah dengan pengaturan osmotik sel. Pada mekanisme ini terjadi sintesis dan akumulasi senyawa organik yang dapat menurunkan potensial osmotik sehingga menurunkan potensial air dalam sel tanpa membatasi fungsi enzim serta menjaga turgor sel. Secara genetik, stres kekeringan dapat memacu kerja gen-gen tertentu. Gen-gen tersebut akan memunculkan karakter adaptasi seperti karakter konstitutif yang dikendalikan oleh gen-gen yang terekspresi selama pertumbuhan dan perkembangan tanaman (gen-gen produktivitas) dan karakter adaptasi yang dikendalikan oleh gen-gen yang terekspresi sebagai respons terhadap cekaman. Beberapa contoh gen yang muncul dari tanaman pada saat cekaman antara lain gen pyruvte orthophosphate dikinase (gen yang tahan terhadap kekurangan oksigen), gen Sub1A, gen Sub1B, gen Sub1C (gen yang tahan terhadap genangan air/kelebihan air), dan pada suhu yang tinggi tanaman memproduksi gen yang dapat membuat protein kejut panas.
Beberapa senyawa yang berperan dalam penyesuaian osmotikal sel pada saat kekeringan antara lain gula osmotik ( Wang et al dalam Nurita dkk, 2001), prolin dan betain (Maestri et al. dalam Nurita dkk, 2001), protein dehidrin (Close dalam Nurita dkk, 2001) dan asam absisik (ABA) yang berperan dalam memacu akumulasi senyawa tersebut (Dingkhun et al.dalam Nurita dkk, 2001).
            Pada praktikum ini dilakukan pengujian benih tahan kering terhadap benih jagung yang berbeda jenis. Benih jagung yang dipakai pada praktikum ini antara lain Bisma (lokal), Bisi-2 (Hibrida), NK-33 (Hibrida). Pengujian benih jagung tahan kering ini menggunakan kertas merang sebagai media perkecambahan dan larutan PEG (Polyethylene glycol). Penggunaan PEG didasarkan pada kemampuannya mengontrol imbibisi dan hidrasi benih. Selain itu, PEG dapat menggambarkan kondisi kekeringan di lapang. Pada praktikum ini, masing-masing benih jagung diberi perlakuan dengan 4 konsentrasi PEG yang berbeda antara lain 0 g/l, 25 g/l, 50 g/l dan 75 g/l dimana masing-masing perlakuan dibuat sebanyak 3 ulangan. Pengamatan dilakukan sebanyak dua kali yaitu pada hari ke- 3 dan hari ke-5. Pengamatan hari ke-3 dilakukan untuk memperoleh persentase kecepatan perkecambahan dari masing-masing benih jagung yang diperlakuan sedangkan pada hari ke-5 untuk memperoleh persentase daya berkecambah dari benih yang diperlakukan tersebut. Pada hari ke-5 dilakukan pengukuran tinggi tajuk dan panjang akar kemudian seluruh tajuk dipotong dari benih untuk diukur berat basahnya. Setelah dilakukan pengukuran berat basah maka selanjutnya tajuk dimasukkan ke oven selama 24 jam untuk nantinya diukur berat keringnya. Dari hasil pengamatan yang dilakukan maka diperolehlah data-data. Data-data tersebut antara lain kecepatan berkecambah, daya berkecambah, berat basah dan berat kering tajuk, tinggi tajuk dan panjang akar.
Ket: 1 = Konsentrasi PEG 0 g/l
        2 = Konsentrasi PEG 25 g/l       
        3 = Konsentrasi PEG 50 g/l
        4 = Konsentrasi PEG 75 g/l
            Dari grafik kecepatan berkecambah benih jagung di atas dapat dilihat bahwa benih jagung yang memiliki persentase kecepatan berkecambah tertinggi pada kondisi cekaman kekeringan tinggi (PEG 75 g/l) adalah Bisma, sedangkan benih yang memiliki persentase kecepatan berkecambah terendah pada kondisi tersebut adalah Bisi-2. Pada kondisi normal/tanpa perlakuan PEG, NK-33 menjadi benih yang memiliki persentase kecepatan berkecambah tertinggi sedangkan Bisma dan Bisi-2 persentasenya sama.   
Ket : 1 = Konsentrasi PEG 0 g/l
         2 = Konsentrasi PEG 25 g/l      
         3 = Konsentrasi PEG 50 g/l
        4 = Konsentrasi PEG 75 g/l
            Dari grafik persentase daya berkecambah di atas dapat dilihat bahwa Bisma juga memiliki persentase daya berkecambah yang lebih tinggi daripada benih lainnya pada kondisi kekeringan tinggi (PEG 75 g/l) sedangkan daya berkecambah terendah diperoleh NK-33. Pada kondisi normal/tanpa perlakuan PEG, NK-33 tetap menjadi benih dengan persentase daya berkecambah tertinggi dan terendah diperoleh oleh Bisma.
            Dari grafik bobot basah tajuk di atas dapat dilihat bahwa Bisma memiliki nilai bobot basah tertinggi pada kondisi PEG 75 g/l. Bisma disini memiliki daya simpan air yang lebih tinggi sehingga pada kondisi kekeringan kandungan air masih tinggi untuk dapat memenuhi kebutuhan benih. Sedangkan pada kondisi normal/tanpa perlakuan PEG, Benih NK-33 dan Bisi-2 memiliki nilai bobot basah sama dan lebih tinggi daripada Bisma.
            Dari grafik nilai bobot kering tajuk di atas dapat dilihat bahwa pada Bisma juga memiliki nilai bobot kering yang tinggi dari perlakuan PEG 75 g/l. Hal ini menunjukkan bahwa Bisma memiliki daya tahan yang baik terhadap cekaman kekeringan dimana jaringannya dapat menyimpan air cukup pada saat kondisi tercekam sedangkan pada kondisi normal NK-33 memiliki bobot kering terbaik.
  
            Dari grafik tinggi tajuk di atas, dapat dilihat bahwa Bisma memiliki tinggi tajuk tertinggi mulai dari konsentrasi PEG 0 g/l sampai 75 g/l. Hal ini juga sejalan dengan grafik kecepatan dan daya berkecambah dari benih bisma yang telah disampaikan di atas. Dari grafik di atas dapat terlihat bahwa terjadi hal unik dimana seluruh benih pada konsnetrasi PEG 25 g/l memiliki nilai tinggi tajuk yang besar dibandingkan pada konsentrasi lain.
   
            Dari grafik panjang akar tersebut di atas dapat dilihat bahwa benih dengan panjang akar tertinggi pada kondisi PEG 75 g/l adalah Bisma. Hal ini semakin membuktikan bahwa benih Bisma memiliki daya tahan yang baik terhadap cekaman kekeringan. Sedangkan pada kondisi normal (PEG 0g/l) benih NK-33 memiliki nilai tinggi tajuk yang besar.
            Dari hasil pengamatan data-data tersebut di atas maka dapat disimpulkan bahwa benih yang memiliki ketahanan yang baik terhadap kekeringan adalah Bisma. Hal dapat dilihat pada seluruh parameter pengamatan pada konsentrasi PEG 75 g/l dimana pada konsentrasi ini cekaman kekeringan paling tinggi.     


BAB 5. KESIMPULAN
5.1 Kesimpulan
            Dari pelaksanaan dan hasil pengamatan maka dapat diambil beberapa kesimpulan antara lain :
1. Cekaman atau stress adalah suatu kondisi dimana terdapat perbedaan potensi antara di lingkungan dan di dalam organisme sehingga menyebabkan terdapat gaya penggerak untuk memindahkan energi ke dalam atau keluar organisme yang menyebabkan respon cekaman.
2. Respon/bentuk ketahanan tanaman terhadap cekaman dapat dilihat dari segi morfologi, fisiologi, dan genetik.
3.  Pada pengujian benih terhadap cekaman kekeringan dapat menggunakan PEG (Poluethyene glycol).
4. Dari hasil yang diperoleh maka benih yang tahan terhadap cekaman kekeringan adalah Bisma.

5.2 Saran
            Diharapkan agar praktikum selanjutnya dapat berjalan dengan lancar sehingga tujuan dari praktikum dapat tercapai.



No comments:

Post a Comment