Friday, October 19, 2012

PENGELOLAAN TANAH VERTISOL PADA LAHAN KERING DALAM MENGOPTIMALKAN PENGGUNAAN LAHAN UNTUK TANAMAN




MAKALAH KELOMPOK

PENGELOLAAN TANAH VERTISOL PADA LAHAN KERING DALAM MENGOPTIMALKAN PENGGUNAAN
LAHAN UNTUK TANAMAN


Diajukan Guna Memenuhi Salah Satu Tugas
Mata Kuliah
Menejemen Lahan Pertanian



Oleh :
Andika Septa S.B.H.             (081510501139)
Ristika Wulandari                 (081510501058)




PROGRAM STUDI AGROTEKNOLOGI
FAKULTAS PERTAIAN
UNIVERSITAS JEMBER
BAB 1. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang
Vertisol merupakan salah satu order tanah yang memiliki beberapa kondisi sifat fisik yang tidak dikehendaki baik dari segi pertanian maupun teknik. Salah satu kondisi sifat fisik tersebut adalah kemampuannya untuk mengembang dan mengerut secara intensif yang menyebabkan tanah tersebut tidak stabil. Pengembangan tanah menyebabkan tanah mudah terdispersi dan pori-pori tanah tersumbat, sehingga permeabilitas tanahnya menjadi rendah.
Pengerutan tanah membentuk retakan-retakan lebar dan dalam, yang dapat menimbulkan masalah seperti retaknya dinding bangunan-bangunan, sarana keperluan pertanian, ataupun jalan-jalan yang dibuat di atasnya. Bagi tanaman, pengerutan tanah dapat menghambat pertumbuhan akar, bahkan memutuskannya. Meskipun demikian, disamping sifat-sifat fisik tersebut di atas, Vertisol juga memiliki beberapa sifat baik, antara lain kapasitas kation, kejenuhan basa dan kapasitas menahan airnya yang tinggi serta dapat menjadi tempat persemaian yang baik (Dudal, 1989).
Tanah vertisol tergolong jenis tanah lempung berat karena sifat mengembang mengempisnya. Memiliki tekstur liat dengan kandungan 30% pada horizon permukaan sampai kedalaman 50 cm dan didominasi jenis lempung montmorillonit. Faktor dominan yang mempengarugi pembentukan tanah ini adalah iklim utamanya iklim kering dan batuan tanah yang kaya terhadap kation. Tanah jenis vertisol yang akan digunakan sebagai lahan pertanian akan memberikan banyak masalah terutama kesuburan yang cenderung rendah, maka solusinya adalah memperbanyak bahan organik seperti kompos dan pupuk kandang, karena benda-benda ini akan bersifat sebagai buffer/penyangga yang berfungsi mengurangi daya mengembang atau mengkerut tanah
Pengolahan tanah yang baik dapat dilakukan guna mengurangi sifat buruk yang dimiliki tanah vertisol. Dengan pengelolaan tanah yang baik diharapkan memperbaiki sifat fisik tanah vertisol, sehingga jenis tanah ini dapa lebih bermanfaat, mengingat kondisi sifat kimia seperti KTK dan kejenuhan basa yang tinggi, maka perlu di olah dengan baik agar potensi tanah dapat dimaksimalkan, terutama dalam bidang pertanian. Pengelolaan tanah yang baik tidak sekedar mengolah tanah yang sifatnya sementara, melainkaan pengolahan tanah yang mengacu pada efek keberlanjutan tanah pada suatu lahan.

1.2 Tujuan
1. Mengetahui karakteristik sifat fisik, kimia, serta bilogi tanah vertisol
2. Mengetahui pengelolaan yang baik pada tanah vertisol.

1.3 Rumusan Masalah
1. Bagaimanakah karakteristik tanah vetisol?
2. Bagaimana cara pengelolaan tanah yang baik pada tanah vertisol?
3. Apa yang perlu diupayakan agar tanah vertisol dapat dimaksimalkan
    penggunaannya dalam bidang pertanian?

















TINJAUAN PUSTAKA

Vertisol adalah tanah-tanah mineral yang mempunyai warna abu kehitaman, bertekstur liat dengan kandungan 30% pada horizon permukaan sampai kedalaman 50 cm dan didominasi jenis lempung montmorillonit. Faktor dominan yang mempengarugi pembentukan tanah ini adalah iklim utamanya iklim kering dan batuan tanah yang kaya terhadap kation. Oleh karena itu tanah-tanah ini ditemukan kebanyakan di NTT (0.198 juta ha), Jawa Timur (0.96 juta ha), NTB (0.125 juta ha), Sulawesi Selatan (0.22 juta ha) dan Jawa Tengah (0.4 juta ha). Lempung ini sifatnya mudah membentuk rekahan lebar dan dalam di musim kemarau dan mudah mengembang di musim hujan. Akibatnya, kondisi tanah ini jika dijadikan sebuah fondasi jalan raya, selalu bergerak 2 x setahun dengan arah yang berlawanan (kembang-kerut). Gaya ini menimbulkan badan jalan jadi bergelombang, mudah retak, dan cepat rusak (Saragih, A.E, 2011).
Faktor penting dalam pembentukan tanah vertisol adalah adanya musim kering dalam setiap tahun, bahan induk vertisol umumnya bersifat alkalis seperti hasil pelapukan batuan kapur. Proses pembentukan tanah vertisol menghasilkan suatu bentuk mikrotopografi yang terdiri dari cekungan dan gundukan kecil yang disebut gilgai. Proses yang dominan dalam pembentukan tanah vertisol meliputi proses haplodisasi dengan cara argilik pedoturbasi, tang terutama dipengaruhi oleh kandungan liat yang tinggi yang didominasi oleh mineral liat 2:1 yang mudah mengembang dan mengkerut (Fitri, 2011).
Dalam perkembangan klasifikasi ordo Vertisol, pH tanah dan pengaruhnya tidak cukup mendapat perhatian. Walaupun hampir semua tanah dalam ordo ini mempunyai pH yang tinggi, pada daerah-daerah tropis dan subtropis umumnya dijumpai Vertisol dengan pH yang rendah. Dalam menilai potensi Vertisol untuk pertanian hendaknya diketahui bahwa hubungan pH dengan Al terekstraksi berbeda disbanding dengan ordo lainnya. pH dapat tukar nampaknya lebih tepat digunakan dalam menentukan nilai pH Vertisol masam dibanding dengan kelompok masam dari ordo-ordo lainnya. Perbedaan tersebut akan mempunyai implikasi dalam penggunaan tanah ini untuk pertumbuhan tanaman. Batas-batas antara antara kelompok masam dan tidak masam berkisar pada pH 4,5 dan sekitar 5 dalam air. KTK tanah-tanah Vertisol umumnya sangat tinggi disbanding dengan tanah-tanah mineral lainnya. Hal ini disebabkan oleh tingginya kandungan liat yang terbungkus mineral Montmorillonit dengan muatan tetap yang tinggi. Kandungan bahan organik sungguhpun tidak selalu harus tinggi mempunyai KTK yang sangat tinggi. Katio-kation dapat tukar yang dominant adalah Ca dan Mg sdan pengaruhnya satu sama lain sangat berkaitan dengan asal tanah (Lopulisa, 2004).
Tanah vertisol memiliki kapasitas tukar kation dan kejenuhan basa yang tinggi. Reaksi tanah bervariasi dari asam lemah hingga alkalin lemah, nilai pH antara 6,0 sampai 8,0. pH tinggi (8,0-9,0) terjadi pada vertisol dengan ESP yang tinggi. Vertisol menggambarkan penyebaran tanah-tanah dengan tekstur liat dan mempunyai warna gelap, pH yang relatif tinggi serta kapasitas tukar kation dan kejenuhan basa yang juga relatif tinggi. Vertisol tersebar luas pada daratan dengan iklim tropis dan subtropis. Setelah N, unsure P merupakan pembatas hara terbesar pada vertisol. Kekurangan unsure P jika kandungan P kurang dari 5 ppm. Ini berpengaruh pada pemupukan P yang cukup kecil jika produksi tanaman pada musim berikutnya rendah. P menjadi nyata jika tanaman yang tumbuh pada kondisi irigasi yang baik, jika produksinya tinggi maka dianjurkan untuk mencoba menambah pemakaian pupuk N. Vertisol adalah tanah yang memiliki KTK dan kejenuhan hara yang tinggi. Rekasi tanah bervariasi dengan asam lemah hingga alkaline lemah, nilai pH antara 6,0 sampai 8,0, pH tinggi (8,0 – 9,0) terjadi pada Vertisol dengan ESP yang tinggi dan Vertisol masam (pH 5,0 – 6,2) (Munir, 1996).
Koloid tanah yang memiliki muatan negetif besar akan dapat menyerap sejumlah besar kation. Jumlah kation yang dapat diserap koloid dalam bentuk dapat tukar pH tertentu disebut kapasitas tukar kation. KTK merupakan jumlah muatan negatif persatuan berat koloid yang dinetralisasi oleh kation yang muda diganti. Kadar fosfor Vertisol ditentukan oleh banyak atau sedikitnya cadangan mineral yang megandung fosfor dan tingkat pelapukannya. Permasalahan fosfor ini meliputi beberapa hal yaitu peredaran fosfor di dalam tanah, bentuk-bentuk
fosfor tanah, dan ketersediaan fosfor (Pairunan, et al., 1997).
Tanah-tanah dengan kandungan bahan organik atau dengan kadar liat tinggi mempunyai KTK lebih tinggi dari pada tanah-tanah dengan kandungan bahan organik rendah atau tanah-tanah berpasir. Jenis-jenis mineral liat juga menentukan besarnya KTK tanah (Hakim, et al.,1986).
Pada tanah Vertisol P tersedia adalah sangat tinggi pada vertisol yang berkembang dari batuan basik tetapi rendah pada tanah yang berkembang dari bahan vulkanis. Pada segi lain vertisol yang berkembang dari bahan induk marl atau napal, kandungan P total tersedia adalah rendah (Soepardi, 1979).
Kejenuhan basa yang tinggi, KTK yang tinggi, tekstur yang relative halus, permeabilitas yang rendah dan pH yang relatif tinggi dan status hara yang tidak seimbang merupakan karakteristik vertisol (Hardjowigeno, 1985).



















BAB 3. PEMBAHASAN

Karakteristik Fisik Tanah Vertisol
            Vertisol merupakan jenis tanah yang berwarna abu-abu gelap hingga kehitaman, bertekstur liat, mempunyai rekahan yang secara periodik dapat membuka dan menutup, tekstur yang relative halus. Komposisi mineral liat Vertisol selalu didominasi oleh mineral liat tipe 2 : 1, terutama montmorilonit (Ristori et al., 1992). Van Vambekke (1992) menyatakan bahwa pembentukan tanah vertisol terjadi melalui dua proses, yaitu terakumulasinya mineral liat 2 : 1 dan proses mengembang dan mengkerut yang terjadi secara periodik, sehingga membentuk slinckenside atau relief mikro (kisi mikro). Ketika basah tanah menjadi sangat lekat dan plastis, tetapi kedap air. Namun, saat kering tanah menjadi sangat keras dan masif, atau membentuk pola prisma yang terpisahkan oleh rekahan.  Menurut Mukanda dan Mapiki (2001) bahwa masalah sifat fisik tanah berupa tektur liat yang berat, sifat mengembang dan mengkerut, kecepatan infiltrasi yang rendah dan drainase air yang lambat. Hal ini sejalan dengan pernyataan Hardjowigeno (1993) yang menyatakan bahwa adanya kandungan mineral liat mudah mengembang dan mengkerut yang tinggi menjadi masalah utama pengelolaan tanah ini.
Karakeristik Sifat Kimia Tanah Vertisol
Tanah Vertisol memiliki kapasitas tukar kation dan kejenuhan basa yang tinggi. Reaksi tanah bervariasi dari asam lemah hingga alkaline lemah; nilai pH antara 6,0 sampai 8,0. pH tinggi (8,0-9,0), pH yang relatif tinggi serta kapasitas tukar kation dan kejenuhan basa yang juga relatif tinggi (Munir, 1996). KTK tanah-tanah Vertisol umumnya sangat tinggi dibanding dengan tanah-tanah mineral lainnya. Hal ini disebabkan oleh tingginya kandungan liat yang terbungkus mineral Montmorillonit dengan muatan tetap yang tinggi. Kandungan bahan organik sungguhpun tidak selalu harus tinggi mempunyai KTK yang sangat tinggi. Katio-kation dapat tukar yang dominant adalah Ca dan Mg dan pengaruhnya satu sama lain sangat berkaitan dengan asal tanah. Kejenuhan basa yang tinggi, KTK yang tinggi, dan pH yang relative tinggi.
Koloid tanah yang memiliki muatan negetif besar tanah vertisol akan dapat menjerap sejumlah besar kation. Tanah-tanah dengan kandungan bahan organik atau dengan kadar liat tinggi mempunyai KTK lebih tinggi dari pada  tanah-tanah dengan kandungan bahan organik rendah atau tanah-tanah berpasir. Jenis-jenis mineral liat juga menentuka besarnya KTK tanah (Hakim,dkk,1986), oleh sebab itu tanah vertisol memiliki KTK yang tinggi karena mineral lempung yang tinggi dan memiliki muatan negatif, sehingga dalam menjerap kation sangat besar.
Pada umumnya  Vertisol defisiensi P. Kadar fosfor Vertisol ditentukn oleh banyak atau sedikitnya cadangan mineral yang megandung fosfor dan tingkat pelapukannya. Permasalahan fosfor ini meliputi beberapa hal yaitu peredaran fosfor di dalam tanah, bentuk-bentuk fosfor tanah, dan ketersediaan fosfor. Pada tanah Vertisol P tersedia adalah sangat tinggi pada Vertisol yang berkembang dari batuan basik tetapi rendah pada tanah  yang berkembang dari bahan vulkanis. Pada segi lain vertisol yang berkembang dari bahan induk marl atau napal, kandungan P total tersedia adalah rendah (Soepardi, 1979).
Pengelolaan Tanah (Upaya Perbaikan Sifat Fisik Tanah Vertisol)
Dengan melihat kondisi tanah secara sifat kimiaanya sangat mendukung, namun sifat fisik tanah vertisol perlu adanya perubahan, dimana aerasi tanah vertisol sangat buruk. Hal tersebut tercermin dengan tanahnnya yang sangat liat. Buruknya sifat-sifat fisik tanah antara lain dapat disebabkan: secara genetik, akibat aktivitas manusia, dan akibat erosi. Struktur tanah berkaitan erat dengan tekstur tanah dimana bila tekstur tanah pasir maka struktur tanah lepas dan sebaliknya pada tekstur tanah liat seperti tanah vertisol maka struktur tanah menjadi masif. Kedua macam struktur tanah tersebut kurang kondusif untuk pertumbuhan tanaman. Aktivitas manusia juga dapatmenyebabkan struktur tanah menjadi rusak, misalnya penggunaan alat-alat mekanik dilahan pertanian mengakibatkan tanah menjadi padat sehingga aerasi buruk dan ketahanan penetrasi meningkat.
Dengan demikian maka upaya untuk meningkatan produktivitas tanahdapat dilakukan dengan cara memperbaiki sifat-sifat fisik tanah tersebut menjadi kondusif untuk pertumbuhan tanaman. Upaya tersebut antara lain dapat dilakukandengan cara: (1) penggunaan mulsa sisa tanaman, (2) penggunaan bahan organik, dan (3) olah tanah konservasi.
Perbaikan Sifat Fisik Tanah
1.      Mulsa
Berbagai penelitian menunjukkan bahwa penggunaan mulsa dari sisa tanaman, cover crop, dan tanaman pagar pada alley cropping  dapat memperbaiki sifat fisik tanah seperti berat isi, pori aerasi, dan stabilitas agregat.
2.      Penggunaan bahan organik 
Penggunaan bahan organik biasanya dilakukan berurutan dengan teknik mulsa karena bahan organik yang digunakan untuk mulsa pada musim sebelumnya, digunakan sebagai pupuk organik yang dibenamkan ke dalam tanah saat pengolahan. Bahan organic baik yang berasal dari sisa tanaman (pupuk hijau) maupun dari kotoran hewan (pupuk kandang) efektif dalam memperbaiki sifat fisik tanah. Penggunaan bahan organik dapat merubah struktur tanah liat yang memiliki pori mikro menjadi pori meso, sehingga daya infiltrasi dan drainase tanah semakin membaik.  Penggunaan pupuk hijau dari system alley cropping, cover crop, dan sisa tanaman yang dikombinasikan dengan pupuk kimia dapat memperbaiki sifat-sifat fisik tanah, yaitu menurunkan bobot isi, meningkatkan total ruang pori, dan meningkatkan pori air tersedia.
3.      Olah tanah konservasi 
Olah tanah konservasi adalah pengolahan tanah seperlunya dengan tujuan menciptakan kondisi tanah kondusif untuk pertumbuhan akar tapi di lain pihak mengurangi kerusakan struktur tanah akibat pengolahan. Termasuk dalam kelompok ini adalah olah tanah minimum (minimum tillage) dan tanpa olah tanah (zero tillage). Olah tanah konservasi dapat memperbaiki sifat-sifat fisik tanah menjadi lebih menguntungkan pertumbuhan tanaman. Sistem tanpa olah tanah dapat meningkatkan kadar air tanah dibandingkan dengan olah tanah konvensional (Dao, 1993). Peningkatan ketersediaan air tanah pada sistem tanpa olah tanah berkaitan erat dengan peranan mulsa dalam mengurangi evaporasi dan perbaikan distribusi ukuranpori, yaitu menurunkan bobot isi, meningkatkan total ruang pori, dan meningkatkan poriair tersedia.
Perbaikan Sifat Kimia Tanah
1.       Pengelolaan bahan organik 
Bahan organik tanah merupakan faktor yang sangat penting dalam meningkatkan produktivitas tanah karena peranannya yang besar dalam meningkatkan dan mempertahankan kesuburan tanah. Bahan organik dapat memperbaiki sifat fisik tanah (kemantapan agregat, retensi air, pori aerasi, dan lain-lain); sifat kimia tanah (C-organik, kapasitas tukar kation, dan suplai hara); dan biologi tanah (sumber energi dan penyusun tubuh mikroorganisme tanah). Telah dikemukakan sebelumnya bahwa tanah-tanah di lahan kering di Indonesia umumnya mempunyai kadar bahan organik rendah sehingga tingkat kesuburan tanahnya juga rendah. Hasil-hasil penelitian menunjukkan bahwa pengelolaan bahan organik dapat memperbaiki dan meningkatkan produktivitas tanah. Penggunaan Flemingiacongesta (tanaman tahunan) dalam pola alley cropping  dan penggunaan mulsa sisa tanaman Mucuna (semusim) sepadan dengan pupuk kandang yang mampu memperbaiki sifat-sifat kimia tanah (C-organik N P danK tanah) pada tanah Podsolik Merah Kuning. Selain itu bahan organik juga dapat meningkatkan efisiensi pemupukan P mengurangi kebutuhan kapur serta dapat mensuplai hara sehingga akhirnya dapat meningkatkan berbagai hasil tanaman pangan.
2.      Pemupukan
Karena ketersediaan hara tanah rendah maka pemberian pupuk untuk meningkatkan produktivitas lahan kering mutlak diperlukan. Sebagian besar unsur P dan K tidak tersedia pada jenis tanah vertisol, karena ukuran kisi mineral lempung sesuai dengan bentuk dan ukkuran unsur P dan K, sehingga saat mengembang P dan K akan terikat oleh ruang kisi pada mineral lempung 2:1 ini. Selain itu efisiensi pemupukan perlu mendapat perhatian terutama untuk pupuk N, P, dan K. Pemberian pupuk ditujukan untuk meningkatkan ketersediaan hara tanah terutama hara-harayang kadarnya masih rendah, seperti hara N, P, K, dan Ca. aplikasi bahan organik dan pemupukan dapat memperbaiki sifat-sifat tanah dan meningkatkan hasiltanaman.
3.      Penambahan polimer hidroksi Aluminium (PHA) ke dalam tanah
Salah satu alternatif untuk memanipulasi sifat-sifat Vertisol yang tidak dikehendaki yaitu dengan penambahan polimer hidroksi Aluminium (PHA) ke dalamtanah. Menurut Bamhisel dan Bertsch (1989), ion Aluminium akan diikat lebih kuat oleh liat yang dapat mengembang dari pada ion lainnya dan jumlahnya di dalam tanah relatif lebih banyak serta PHA mempunyai struktur berupa lempengan sehingga dapat menjadi agen penyemen yang sangat baik. Dengan menggunakan mineral liat montmorillonit, diketahui bahwa PHA mampummengurangi dan bahkan menghilangkan daya mengembang dan mengerut mineral liat tersebut. Larutan PHA dibuat dengan menambahkan 200 ml 0.1 M AlCl3.6H2O ke dalam 500 ml 0.1 M NAOH. Penambahan dilakukan secara perlahan-lahan dengan kecepatan 100 ml 0.1 M AlCl3/jam dan terus dikocok dengan stirer. Kemudian larutan tersebut dipanaskan pada suhu 60o C selama 1-2 jam atau sampai jernih. Contoh tanah kering udara ditumbuk dan diayak dengan saringan 5 mm. Kemudian dimasukkan ke dalam pot dengan berat setara 9 kg berat kering oven (105o C).
Berdasarkan penelitian Purwakusuma, dkk (1997) menunjukkan bahwa :
Stabilitas Agregat
Perlakuan PHA secara statistik tidak nyata meningkatkan indeks stabilitas agregat dibandingkan dengan kontrol. Namun demikian terdapat kecenderungan meningkatnya indeks stabilitas agregat dengan semakin meningkatnya dosis PHA yang diberikan. Peningkatan indeks stabilitas agregat ini menunjukkan semakin stabilnya suatu agregat tanah. Hal ini berkaitan dengan kemampuan PHA sebagai agen penyemen yang mendorong proses agregasi (Frenkel dan Shainberg, 1982). PHA yang bermuatan positif berperan sebagai jembatan yang menghubungkan antar partikel liat yang bermuatan negatif melalui pengikatan secara kimia. Dalam hal ini, muatan negatif partikel liat dengan muatan negatif partikel liat lainnya dihubungkan oleh PHA melalui ikatan liat - PHA - liat. Pengikatan ini membentuk agregat-agregat kecil yag disebut flokul. Flokul tersebut akan stabil
selama agen penyemen masih ada.
Bobot Isi
Pemberian PHA pada tanah nyata menurunkan bobot isi pada taraf 5 % .Penurunan bobot isi tanah ini masih berkaitan dengan kemampuan PHA sebagai agen penyemen yang mendorong terbentuknya agregasi tanah, sehingga partikel-partikel tanah menjadi berdekatan/berikatan membentuk agregat-agregat tanah yang lebih stabil. Dengan terbentuknya agregat tanah yang lebih stabil, maka ruang-ruang pori tanah yang lebih baik akan tercipta dan bobot isi tanahnya persatuan volume akan menurun.
Permeabilitas Tanah
Perlakuan PHA sangat nyata meningkatkan permeabilitas tanah. Peningkatan nilai permeabilitas tanah ini juga berkaitan dengan peranan PHA sebagai agen penyemen yang akan mendorong terjadinya proses agregasi. Proses ini akan menciptakan kondisi tanah yang lebih sarang sehingga kemampuan tanah untuk melewatkan air dalam keadaan jenuh semakin meningkat. Selain itu dengan adanya PHA maka kemampuan tanah untuk mengembang menjadi terbatas sehingga pori-pori tanah dapat tetap terpelihara dan kemampuan tanah untuk melewatkan air dalam keadaan jenuh akan semakin baik.




KESIMPULAN

Berdasarkan data-data yang telah didapatkan tentang karakteristik tanah vertisol, maka dapat disimpulkan bahwa :
1.      Tanah vertisol merupakan tanah yang memiliki karakteristik sifat kimia yang baik, namun sifat fisiknya kurang mendukung dalam mengoptimalkan pertumbuahan tanaman.
2.      Tanah vertisol memiliki kejenuhan basa dan KTK tinggi.
3.      Tanah vertisol tergolong mineral lempung berat monmorilonit, dengan sifat mengembang mengkerutnya yang tinggi.
4.      Pengelolan tanah vertisol dapat dilakukan secara fisik maupun kimia untuk memperbaiki sifat yang kurang mendukkung.

DAFTAR PUSTAKA

Dudal, R. 1989. Vertisols of subhumid and humid zones. In Management of Vertisols for Improved Agricultural Production. Proceeding of an IBSRAM Inangular Workshop, ICRISTAT Center, India. International Crops Research Institute for The Semi-Arid Tropics. pp.55-60.

Fitri. 2011. Morfologi dan Klasifikasi Tanah. Http://fitri’s.wordpress.com. Diposkan pada Januari 24, 2011

 

Hakim,N;M.Y.Nyakpa;A.M.Lubis;S.G.Nugraha;M.R. Saul;M.A. Diha;Go Ban Hong dan H.H. Beiley. 1986. Dasar-Dasar Ilmu Tanah. Universitas Lampung, Lampung.

Hardjowigeno, S. 2003. Ilmu Tanah. Akademika Presindo. Jakarta.

 

Lopulisa, C., 2004. Tanah-Tanah Utama Dunia. Ciri, Genesa Dan Klasifikasinya. Lembaga Penerbitan Universitas Hasanuddin. Makassar

 

Mukanda, N and A. Mapiki. 2001. Vertisols management in Zambia. In Syers, J. K., F. W. T Penning De Vries, and P. Nyamudeza (Eds): The Sustainable Management of Vertisols. IBSRAM Proceedings No. 20. pp. 129-127.

 

Munir, 1996. Tanah-Tanah Utama Di Indonesia. Pustaka Jaya. Jakarta.

 

Pairunan, J. L. Nanere, S. S. R. Samosir, R. Tangkaisari, J.R. Lalopua, B. Ibrahim, dan H. Asmadi. 1997. Dasar-Dasar Ilmu Tanah. Cetakan IV. Badan Kerjasama antar Perguruan Tinggi se Indonesia Timur.


Ristori, G. G., E. Sparvalie, M. de Nobili, and L. P D’Aqui. 1992. Characterization of organic matter in particle size fraction of Vertisols. Geoderma 54: 295-305.

 

Saragih, A.E, 2011. Tanah Vertisol. Http://www.arioneudiasaragih.blogspot.com. Diposkan pada jumat 25 Maret 2011 pukul 20.47.

 

Soepardi.1979. Sifat dan Ciri Tanah I. IPB.Bogor

 

Van Vambekke, A. 1992. Soil of the Tropics Properties and Appraisal. MacGraw-Hill. Inc, New York.





No comments:

Post a Comment